Dua dari delapan point yang oleh wahabi dianggap sebagai
pokok ajaran tasawuf telah kita jawab pada artikel yang lalu. Lihat di sini Qul Hadzihi Sabily III (Seputar Tasawuf). Pada artikel ini kita akan membahas 3 point yaitu masalah Syekh, baiat dan wirid.
Pada point pertama dan ke-dua saya hanya akan menunjukan kontradiksi yang
terjadi pada artkel Abu Bakar Jabir. Dengan begitu
kita tidak perlu membahas subtansinya secara terperinci. Cukuplah kontradiksi yang
terjadi pada pernyataan ustad wahabi itu sebagai bukti bahwa artikelnya bathil.
Sebab kata ulama: “Kebatilan pasti saling kontradiksi.”
1. Syekh
Ketika membahas
masalah Syekh dalam tasawuf, Abu Bakar Jabir Al Jazairi berkata: “Sesungguhnya keberadaan syaikh itu, menurut syariat bisa
dibenarkan melalui Syaikh (yang memiliki ilmu dan tahu jalan menuju Alloh)
itulah yang bisa diambil ilmunya dan mencontohnya. Hingga terbentuklah
kesempurnaan jiwa lantaran bimbingannya dalam Islam, yang demikian ini
adalah perkara yang terpuji dan dituntunkan syar’i.”
Perhatikan
kalimat “Hingga terbentuklah
kesempurnaan jiwa.” Kalimat ini menunjukan bahwa ia mengakui
adanya kesempurnaan jiwa. Namun selanjutnya ia membantah adanya kesempurnaan. Berikut
ucapan ustad wahabi itu: “Dan yang lebih mengherankan lagi dalam dunia
tarekat, mensyaratkan bagi syaikh yang menjadi murabbi yang
memiliki kewenangan khusus harus memiiliki sifat sempurna. Padahal yang
demikian tidak mungkin dimiliki sekalipun oleh sebagian para nabi.”
Perhatikan
kalimat “bagi syaikh yang menjadi murabbi yang
memiliki kewenangan khusus harus memiiliki sifat sempurna. Padahal
yang demikian tidak mungkin dimiliki sekalipun oleh sebagian para nabi.” Kalimat
ini menunjukan bahwa ia tidak mengakui adanya kesempurnaan bahkan sebagian Nabi
sekalipun menurutnya tidak sempurna.
Pertama-tama
ia membuat pernyataan bahwa dengan bimbingan islam jiwa seseorang akan
sempurna. Dengan kata lain ia percaya ada orang yang sempurna. Namun
selanjutnya ia membantah pernyataannya sendiri bahwa sifat sempurna tidak
mungkin dimiliki sekalipun oleh sebagian Nabi.
Bagaimana bisa? seorang ustad
yang dianggap sebagai ulama oleh wahabi membuat pernyataan yang saling
kontradiksi dalam satu sub tema yang hanya berjarak 3 paragraph? Ini merupakan
kesalahan fatal yang dalam meja ilmiyah kesalahan tersebut tidak mungkin
terjadi kecuali hanya pada orang bodoh. Jadi siapa yang bodoh? Ustad wahabi
atau shufi?
Saya teringat
satu kaidah dari Ulama, bahwa “Kebatilan pasti saling kontradiksi.” Pernyataan
ustad wahabi itu saling kontradiksi. Jadi siapa yang bathil? Wahabi atau shufi?
2. Baiat
Saat membahas
masalah baiat, Abu Bakar Jabir Al Jazairi, berkata: “Sesungguhnya baiat adalah sesuatu
yang disyariatkan, yakni sebagaimana Rosululloh Sholallahu Alaihi Wassalam
pernah membaiat para Shohabat rodliallohu anhum. Adapun baiat yang dilakukan
kepada imam adalah bid’ah.”
Perhatikan
kalimat “Sesungguhnya baiat adalah sesuatu yang disyariatkan” Kalimat
ini menunjukan pengakuannya bahwa baiat disyari’atk-an. Telah maklum bahwa apa
yang dilakukan oleh Nabi, kalau tidak sunah maka wajib hukumnya untuk diikuti
oleh umat islam. Namun selanjutnya ustad wahabi itu mengatakan bahwa baiat
adalah bid’ah. Katanya: “Adapun baiat yang dilakukan kepada imam adalah
bid’ah.”
Dengan
demikian menurut ustad wahabi, baiat adalah sesuatu yang disyariatkan sekaligus
bid’ah. Rosululloh SAW dan Sahabat pernah melakukan baiat, namun jika ada umat
islam yang mengikuti jejak itu -menurut ustad wahabi- mereka telah melakukan
bid’ah. Bagaimana bisa satu permasalahan memiliki dua penilaian? Apakah syariat
itu bid’ah ataukah bid’ah itu syari’at? Jawab wahai wahabiyun!!!!
3. Wirid
Al-hamdulillah,
Abu Bakar Jabir Al Jazairi mengakui bahwa dzikir yang dibaca ahli thoriqoh dan
tasawuf ada yang disyari’atkan. Namun tetap saja ia mencari celah untuk
membid’ahkannya. Katanya: “Dzikir mereka ada yang haq disyariatkan Islam,
seperti kalimah thayyibah la ilaha illallah mereka namakan sebagai zikir umum,
dan ada pula dzikir yang tidak disyariatkan Islam, hanya karangan orang
pengikut tarekat seperti lafadz alla, Allah yang diucapkan berulang kali dengan
jumlah tertentu, atau melafalkan kata hayyun, hayyun dan semisalnya. Mereka
namakan sebagai dzikir khusus (masing-masing tarekat memiliki dzikir khusus
sendiri-sendiri) bahkan ada yang mengucapkan huwa,huwa (Dia, Dia) yang mereka
namakan dzikir khusus yang paling khusus (khos Al Khos). “Perhatikanlah !! bagaimana mereka
membagikan dzikir menjadi dzikir umum, dizikir khusus dan dzikir paling khusus.
Kita berlindung kepada Alloh Azza wa Jalla kadi kesesatan nyata dan kita
berlepas diri dari kebohongan yang jelas.”
Pada sub ini
saya akan membagi pembahasan menjadi dua bagian. Bagian pertama adalah masalah pembagian zikir. Sementara bagian ke dua
adalah masalah lafazh zikir seperti Huwa, Alloh dan Hayyu. Namun bagian yang
ke-dua akan saya tulis pada artikel selanjutnya, insya Alloh. Dalam artikel ini
saya hanya akan membahas bagian pertama, yaitu masalah pembagian zikir.
Menurut ustad
wahabi, pembagian zikir menjadi tiga termasuk kesesatan tanpa memberitahu
mengapa pembagian itu disebut sesat? Apakah karena Rosululloh SAW tidak pernah
membagi zikir menjadi tiga? Jika memang ini alasannya, maka konsekwensi
logisnya adalah wahabi juga sesat. Sebab mereka membagi tauhid menjadi tiga
yang mana pembagian ini tidak pernah diajarkan oleh Nabi SAW. Bukankah begitu
wahai wahabiyun?
Biasanya ustad
wahabi akan mengelak dan berkata begini; “Anda salah. Pembagian tauhid menjadi
tiga hanya merupakan penjelasan. Jadi itu bukan bid’ah.”
Jika demikian
maka saya katakan: “Pembagian dzikir menjadi tiga juga hanya merupakan
penjelasan. Jadi itu bukan bid’ah.”
Dalam pikiran
wahabi, segala sesuatu harus ada contohnya dari Nabi SAW. Jika tidak ada contohnya
berarti bid’ah. Nabi SAW pernah melakukan baiat, seperti saat baiat aqobah dan
baiat ridwan. Lalu mengapa ketika ahli thoriqoh melakukan baiat kalian sebut
sebagai bid’ah padahal Nabi SAW mencontohkannya? Jawab wahai wahabiyun!!!