Saya bukan ahli tasawuf. Namun setelah saya membaca artikel berjudul
“Beberapa Pokok Kesesatan Ajaran Sufi” yang
ditulis oleh ustad wahabi bernama Abu Bakar
Jabir Al Jazairi kemudian
artikel tersebut disebarluaskan oleh para pengikut wahabi yang hobi
membid’ahkan dan menyesatkan golongan yang tidak sejalan dengan mereka,
(setelah membaca artikel itu) saya terobsesi untuk merujuk ke kitab sufi secara
langsung. Saya tidak mau menjadi orang bodoh yang menerima mentah-mentah setiap
artikel yang saya baca. Apalagi jika subatansi artikel itu menebarkan
kebencian. Saya tidak suka ini.
Alasan mengapa wahabi begitu membenci sufi adalah karena
dalam hayalan mereka ajaran sufi tidak sesuai dengan al-quran dan hadits.
Mereka berhayal tentang ajaran poko sufi yang menurut mereka ada delapan point.
Untuk lebih jelasnya baca di sini https://www.facebook.com/notes/umar-al-mukhtar/beberapa-pokok-kesesatan-ajaran-sufi/362657790520442 atau www.al-aisar.com.
Saya tidak mau memusuhi sesuatu hanya karena ketidak
tahuan saya terhadap sesuatu itu. Apalagi artikel itu tidak disertai refrensi yang jelas. Sehingga kita bertanya-tanya, dari mana wahabi mengetahui itu merupakan pokok tassawuf?
Saya
teringat kata-kata guru saya, KH. Thoifur Mawardi, bahwa setiap orang akan
memusuhi apa yang tidak ia ketahui. Oleh karena itu setelah membaca artikel itu
saya mulai mengumpulkan beberapa kitab sufi seperti kitab “Ihya’ Ulumiddin”
karya Hujatul Islam Imam Ghozali, Kitab “Muroqil ‘Ubudiyah” karya Syekh Nawai
Al-Bantani yang merupakan penjelasan kitab “Bidayatul Hidayah” karya Imam
Ghozali.
Saya juga merujuk ke kitab “Iqozhul Himam” karya Sayyid
Ahmad Bin Muhammad Bin Ajibah Al-Hasani yang merupakan penjelasan kitab tasawuf
Al-Hikam. Di samping itu saya juga merujuk ke kitab “Qul Hadzihi Sabily” karya
DR. Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani. Beliau adalah salah satu
gurunya guru saya. Ini menjadi alsan mengapa artikel ini dan yang sebelumnya,
saya beri judul Qul Hadzihi Sabily. Di pesantren ini disebut sebagai tafa’ulan.
Setelah saya membaca kitab-kitab tasawuf di atas ternyata
pokok ajaran tasawuf tidak seperti yang di tuduhkan oleh wahabi. Dalam hayalan
wahabi, pokok ajaran sufi ada 8 point, yaitu Thoriqot, Syekh pemberi wirid,
Baiat, Wirid, Kholwah, Kasyaf, Fana’ dan Zhohir dan Batin atau Syariat dan
Hakikat. Kita akan membahas delapan point tersebut secara terperinci pada
artikel yang lain. dalam artikel ini kita hanya akan membahas, benarkah 8 point
itu merupakan pokok ajaran tasawuf?
Delapan point itu ternyata bukanlah pokok ajaran sufi
sebagaimana hayalan wahabi. Delapan point itu hanya istilah dalam tasawuf.
Adapun pokok ajaran shufi adalah memperbaiki adab zhohir dan adab batin. Hal ini
dapat kita ketahui dengan melihat bab-bab yang dibahas dalam kitab sufi. Sebut saja
kitab Bidayatul Hidayah karya hujatul islam Imam Ghozali. Kitab ini terdiri
dari dua bagian. Bagian pertama membahas adab zhohir sedangkan bagian kedua
membahas adab bathin.
Bagian pertama terdiri dari 15 fasal, yaitu taat, adab
bangun tidur, adab memasuki WC, adab wudhu, adab mandi, adab tayyamum, adab
pergi ke masjid, adab memasuki masjid, adab setelah matahari terbit sampai
tergelincir, adab persiapan untuk sholat, adab tidur, adab sholat, adab menjadi
Imam atau makmum, adab pada hari jum’at dan adab puasa.
Bagian kedua terdiri dari 8 fasal yaitu menjaga diri dari
maksiat mata, telinga, lisan, perut, alat kelamin, tangan, kaki, juga menjaga
diri dari maksiat hati seperti ujub (bangga diri), dan sombong. Kemudian kitab
itu diahiri dengan pembahasan adab berteman, adab bersama Alloh dan mahluk,
adab anak terhadap orang tua.
Dalam kitab tasawuf lain yang berjudul “Iqozhul Himam”
dibahas beberapa masalah pokok tasawuf seperti Ikhlas, tawakal, syukur, zuhud,
wira’I dan lain-lain. Begitu pentingnya masalah ini dalam dunia tasawuf
sehingga Imam Ghozali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin membuat 2 bab husus tentang
hal yang dapat merusak amal (Muhlikat) dan hal yang menyelamatkannya (Munjiyat).
Untuk mempermudah kita dalam memahaminya, DR. Sayyid
Muhammad Bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani meringkas isi Ihya’ dalam sebuah karya
berjudul “Qul Hadzihi Sabily.” Kitab setebal 125 halam ini membahas masalah
aqidah, 6 rukun iman, 5 rukun islam kemudian diahiri dengan membahas masalah
muhlikat dan munjiyat.
Masalah muhlikat terbagi menjadi 8 bab yaitu, ragu dalam
agama, sombong, riya’, hasud, Su’u zhon, cinta dunia, cinta pangkat dan harta
dan terahir terbujuk. Semua itu merupakan hal-hal yang merusak amal yang harus
di jauhi oleh sufi.
Masalah munjiyat terbagi menjadi 15 bab yaitu taubat,
syarat taubat, memperbanyak istighfar, roja’ dan khouf kepada Alloh, sabar,
syukur, zuhud, tawakal, cinta karena Alloh, ridho, ikhlas, muroqobah,
istiqomah, dan mengingat mati. Semua itu adalah hal-hal yang dapat
menyelamatkan yang harus dilakukan oleh sufi yang secara keseluruhan adalah
berdasarkan pada Al-Quran dan Hadits.
Maka dari itu dalam kitab Iqozhul Himam, Sayyid Ahmad bin
Muhammad Al-Hasani menyatakan bahwa tasawuf bersandar pada Al-Quran dan Hadits.
Kata beliau:
وأما استمداده
فهو مستمد الكتاب والسنة
Adapun sandaran tasawuf adalah disandarkan pada alkitab
(Al_Qur’an) dan Assunah (Al-Hadits). (Iqozhul
Himam. Hlm. 8)
Pernyataan itu diperkuat oleh ucapan Syekh Ahmad Ruslan
dalam kitab Zubad. Di akhir kitab tersebut beliau membahas masalah tasawuf. Dalam
bait ke 1041 beliau berkata:
وزن بحكم الشرع
كل خاطر * فأن يكن مأموره فبادر
Setiap hal yang diucapkan oleh hati, maka
pertimbangkanlah dengan hukum syari’at. Jika merupakan perintah syari’at maka
segeralah melakukannya.
Jadi jelas
bahwa amaliyah tasawuf adalah berdasarkan al-quran dan hadits. Pokok ajarannya
adalah membersihkan amal zhohir menggunakan adab dan membersihkan amal bathin
dengan ikhlas. Maka tidaklah salah jika Imam Syafi’I menyuruh kita agar menjadi
ahli fiqih yang sufi. Kata beliau:
فقيها و صوفيا فكن وليس واحدا * فإنى وحق الله إيك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه تقى * وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح؟
Jadilah engkau
sebagai faqih (Ahli fiqih) dan sufi tidak menjadi satu* sesungguhnya hak Alloh
dan aku memberi nasehat padamu. Maka fiqih tanpa sufi adalah orang yang keras
dan hatinya tidak merasakan ketakwaan sementara sufi tanpa fiqih adalah
kebodohan. Bagaimana orang bodoh dapat diperbaiki?( Diwan Syafi’I . hlm 44)
Demikian juga Imam Malik. Beliau menyuruh kita agar
menyatukan antara fiqih dan tassawuf. Kata beliau:
من تصوف ولم يتفقه فقد
تزندق ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق ومن جمع بينهما فقد تحقق
Barang siapa
belajar tasawuf tanpa belajar fiqih berarti ia zindiq. Barang siapa belajar
fiqih tanpa tasawuf berarti ia munafiq. Dan barang siapa mengumpulkan tasawuf
dan fiqih berarti ia adalah orang yang benar. (Iqozhul
Himam. Hlm 6).
Dengan demikian
jelaslah bahwa dalam mengklaim tassawuf wahabi hanya menebak-nebak. Mereka berhayal
kemudian menebak tentang pokok ajaran tasawuf kemudian menisbatkan hasil
tebakan itu kepada tasawuf uttuk disalahkan. Dengan kata lain wahabi
menyalahkan hasil tebakan mereka sendiri yang salah. Wallohu a’lam.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini