Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Wednesday, April 3, 2013

Qul Hadzihi Sabily II (Seputar Tasawuf)


Saya bukan ahli tasawuf. Namun setelah saya membaca artikel berjudul “Beberapa Pokok Kesesatan Ajaran Sufi”  yang ditulis oleh ustad wahabi bernama Abu Bakar Jabir Al Jazairi kemudian artikel tersebut disebarluaskan oleh para pengikut wahabi yang hobi membid’ahkan dan menyesatkan golongan yang tidak sejalan dengan mereka, (setelah membaca artikel itu) saya terobsesi untuk merujuk ke kitab sufi secara langsung. Saya tidak mau menjadi orang bodoh yang menerima mentah-mentah setiap artikel yang saya baca. Apalagi jika subatansi artikel itu menebarkan kebencian. Saya tidak suka ini.

Alasan mengapa wahabi begitu membenci sufi adalah karena dalam hayalan mereka ajaran sufi tidak sesuai dengan al-quran dan hadits. Mereka berhayal tentang ajaran poko sufi yang menurut mereka ada delapan point. Untuk lebih jelasnya baca di sini https://www.facebook.com/notes/umar-al-mukhtar/beberapa-pokok-kesesatan-ajaran-sufi/362657790520442  atau www.al-aisar.com. 

Saya tidak mau memusuhi sesuatu hanya karena ketidak tahuan saya terhadap sesuatu itu. Apalagi artikel itu tidak disertai refrensi yang jelas. Sehingga kita bertanya-tanya, dari mana wahabi mengetahui itu merupakan pokok tassawuf? 

Saya teringat kata-kata guru saya, KH. Thoifur Mawardi, bahwa setiap orang akan memusuhi apa yang tidak ia ketahui. Oleh karena itu setelah membaca artikel itu saya mulai mengumpulkan beberapa kitab sufi seperti kitab “Ihya’ Ulumiddin” karya Hujatul Islam Imam Ghozali, Kitab “Muroqil ‘Ubudiyah” karya Syekh Nawai Al-Bantani yang merupakan penjelasan kitab “Bidayatul Hidayah” karya Imam Ghozali.

Saya juga merujuk ke kitab “Iqozhul Himam” karya Sayyid Ahmad Bin Muhammad Bin Ajibah Al-Hasani yang merupakan penjelasan kitab tasawuf Al-Hikam. Di samping itu saya juga merujuk ke kitab “Qul Hadzihi Sabily” karya DR. Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani. Beliau adalah salah satu gurunya guru saya. Ini menjadi alsan mengapa artikel ini dan yang sebelumnya, saya beri judul Qul Hadzihi Sabily. Di pesantren ini disebut sebagai tafa’ulan.

Setelah saya membaca kitab-kitab tasawuf di atas ternyata pokok ajaran tasawuf tidak seperti yang di tuduhkan oleh wahabi. Dalam hayalan wahabi, pokok ajaran sufi ada 8 point, yaitu Thoriqot, Syekh pemberi wirid, Baiat, Wirid, Kholwah, Kasyaf, Fana’ dan Zhohir dan Batin atau Syariat dan Hakikat. Kita akan membahas delapan point tersebut secara terperinci pada artikel yang lain. dalam artikel ini kita hanya akan membahas, benarkah 8 point itu merupakan pokok ajaran tasawuf?

Delapan point itu ternyata bukanlah pokok ajaran sufi sebagaimana hayalan wahabi. Delapan point itu hanya istilah dalam tasawuf. Adapun pokok ajaran shufi adalah memperbaiki adab zhohir dan adab batin. Hal ini dapat kita ketahui dengan melihat bab-bab yang dibahas dalam kitab sufi. Sebut saja kitab Bidayatul Hidayah karya hujatul islam Imam Ghozali. Kitab ini terdiri dari dua bagian. Bagian pertama membahas adab zhohir sedangkan bagian kedua membahas adab bathin.

Bagian pertama terdiri dari 15 fasal, yaitu taat, adab bangun tidur, adab memasuki WC, adab wudhu, adab mandi, adab tayyamum, adab pergi ke masjid, adab memasuki masjid, adab setelah matahari terbit sampai tergelincir, adab persiapan untuk sholat, adab tidur, adab sholat, adab menjadi Imam atau makmum, adab pada hari jum’at dan adab puasa.

Bagian kedua terdiri dari 8 fasal yaitu menjaga diri dari maksiat mata, telinga, lisan, perut, alat kelamin, tangan, kaki, juga menjaga diri dari maksiat hati seperti ujub (bangga diri), dan sombong. Kemudian kitab itu diahiri dengan pembahasan adab berteman, adab bersama Alloh dan mahluk, adab anak terhadap orang tua.

Dalam kitab tasawuf lain yang berjudul “Iqozhul Himam” dibahas beberapa masalah pokok tasawuf seperti Ikhlas, tawakal, syukur, zuhud, wira’I dan lain-lain. Begitu pentingnya masalah ini dalam dunia tasawuf sehingga Imam Ghozali dalam kitab Ihya’ Ulumiddin membuat 2 bab husus tentang hal yang dapat merusak amal (Muhlikat) dan hal yang menyelamatkannya (Munjiyat).

Untuk mempermudah kita dalam memahaminya, DR. Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki Al-Hasani meringkas isi Ihya’ dalam sebuah karya berjudul “Qul Hadzihi Sabily.” Kitab setebal 125 halam ini membahas masalah aqidah, 6 rukun iman, 5 rukun islam kemudian diahiri dengan membahas masalah muhlikat dan munjiyat.

Masalah muhlikat terbagi menjadi 8 bab yaitu, ragu dalam agama, sombong, riya’, hasud, Su’u zhon, cinta dunia, cinta pangkat dan harta dan terahir terbujuk. Semua itu merupakan hal-hal yang merusak amal yang harus di jauhi oleh sufi.

Masalah munjiyat terbagi menjadi 15 bab yaitu taubat, syarat taubat, memperbanyak istighfar, roja’ dan khouf kepada Alloh, sabar, syukur, zuhud, tawakal, cinta karena Alloh, ridho, ikhlas, muroqobah, istiqomah, dan mengingat mati. Semua itu adalah hal-hal yang dapat menyelamatkan yang harus dilakukan oleh sufi yang secara keseluruhan adalah berdasarkan pada Al-Quran dan Hadits.

Maka dari itu dalam kitab Iqozhul Himam, Sayyid Ahmad bin Muhammad Al-Hasani menyatakan bahwa tasawuf bersandar pada Al-Quran dan Hadits. Kata beliau:
وأما استمداده فهو مستمد الكتاب والسنة
Adapun sandaran tasawuf adalah disandarkan pada alkitab (Al_Qur’an) dan Assunah (Al-Hadits). (Iqozhul Himam. Hlm. 8)

Pernyataan itu diperkuat oleh ucapan Syekh Ahmad Ruslan dalam kitab Zubad. Di akhir kitab tersebut beliau membahas masalah tasawuf. Dalam bait ke 1041 beliau berkata:
وزن بحكم الشرع كل خاطر * فأن يكن مأموره فبادر
Setiap hal yang diucapkan oleh hati, maka pertimbangkanlah dengan hukum syari’at. Jika merupakan perintah syari’at maka segeralah melakukannya.

Jadi jelas bahwa amaliyah tasawuf adalah berdasarkan al-quran dan hadits. Pokok ajarannya adalah membersihkan amal zhohir menggunakan adab dan membersihkan amal bathin dengan ikhlas. Maka tidaklah salah jika Imam Syafi’I menyuruh kita agar menjadi ahli fiqih yang sufi. Kata beliau:
فقيها و صوفيا فكن وليس واحدا * فإنى وحق الله إيك أنصح
فذلك قاس لم يذق قلبه تقى * وهذا جهول كيف ذو الجهل يصلح؟
Jadilah engkau sebagai faqih (Ahli fiqih) dan sufi tidak menjadi satu* sesungguhnya hak Alloh dan aku memberi nasehat padamu. Maka fiqih tanpa sufi adalah orang yang keras dan hatinya tidak merasakan ketakwaan sementara sufi tanpa fiqih adalah kebodohan. Bagaimana orang bodoh dapat diperbaiki?( Diwan Syafi’I . hlm 44)

Demikian juga Imam Malik. Beliau menyuruh kita agar menyatukan antara fiqih dan tassawuf. Kata beliau:
 من تصوف ولم يتفقه فقد تزندق ومن تفقه ولم يتصوف فقد تفسق ومن جمع بينهما فقد تحقق
Barang siapa belajar tasawuf tanpa belajar fiqih berarti ia zindiq. Barang siapa belajar fiqih tanpa tasawuf berarti ia munafiq. Dan barang siapa mengumpulkan tasawuf dan fiqih berarti ia adalah orang yang benar. (Iqozhul Himam. Hlm 6).

Dengan demikian jelaslah bahwa dalam mengklaim tassawuf wahabi hanya menebak-nebak. Mereka berhayal kemudian menebak tentang pokok ajaran tasawuf kemudian menisbatkan hasil tebakan itu kepada tasawuf uttuk disalahkan. Dengan kata lain wahabi menyalahkan hasil tebakan mereka sendiri yang salah. Wallohu a’lam.


0 comments:

Post a Comment

Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates