Assalamualikum..!Minta
penjelasan Pujian Sebelum Sholat Fardlu. Matur suwon.
Jawab:
Wa
‘alaikum salam.
Pujian
Sebelum Sholat Fardlu adalah membaca
sholawat dengan bentuk syair. Terkadang disertai dengan syair-syair berbahasa
jawa yang subtansinya berupa pujian kepada Rosululloh, atau nasehat atau do’a.
Biasanya
pujian dilakukan antara adzan dan iqomat. Tepatnya setelah sholat sunah
qobliyah. Tujuannya adalah untuk menanti kedatangan Imam dan jama’ah lainnya. Maka
dari itu, pujian hanya dilakukan ketika Imam belum datang. Jika Imam sudah
datang, maka tidak ada pujian.
Dapat
disimpulkan bahwa tujuan Pujian Sebelum Sholat Fardlu adalah untuk
menunggu Imam dan jama’ah lainnya dengan bersholawat yang bentuknya berupa
syair. Dengan demikian, kita ajukan tiga pertanyaan, Bagaimana hukum menunggu
Imam dan jama’ah? Bagaimana hukum bersholawat? Bagaimana hukum Melantunkan Syair?
1.
Bagaimana hukum menunggu Imam dan jama’ah?
Menunggu
Imam sebelum sholat hukumnya adalah sunah menurut Imam Syafi’I dan Imam Abu Hanifah sebagaimana yang dijelaskan
dalam Kitabul Fiqhi Ala Madzahibil Arba’ah, sebagai berikut:
يسن للمؤذن أن يجلس بين الأذان والإقامة بقدر ما يحضر
الملازمون للصلاة في المسجد
Artinya:
“Bagi Muadzin disunahkan duduk diantara adzan dan iqomah sekiranya
orang-orang yang istiqomah sholat di masjid datang.”(Kitabul Fiqhi Ala
Madzahibil Arba’ah, Juz 1 hlm 294, cet. Darul Kutub Al-Ilmiyah.)
2. Bagaimana
Hukum Bersholawat?
Hukum
bersholawat adalah sunah kalau tidak boleh dikatakan wajib. Hal ini karena
banyaknya perintah agar kita bersholawat. Salah satunya adalah surat Al-Ahzab: 56,
Melihat
keumuman ayat tersebut, maka kita boleh membaca sholawat kapan saja termasuk
sebelum sholat fardhu. Dengan demikian Pujian Sebelum Sholat Fardlu dengan
melantunkan syair berupa sholawat. termasuk dalam ke umumannya.
3.
Bagaimana Hukum Melantunkan Syair?
Sebagian
orang ada yang melarang melantunkan syair sholawat dan Pujian Sebelum Sholat
Fardlu dengan dalil surat Yasin: 69
وَمَا عَلَّمْنٰهُ الشِّعْرَ وَمَا يَنْبَغِى لَهُ إِنْ هُوَ
إِلّا ذِكْرٌ وَقُرْآنٌ مُبِيْن
Ayat
tersebut sama sekali tidak bisa digunakan sebagai dalil untuk melarang Pujian
Sebelum Sholat Fardlu. Sebab ayat itu bukan larangan bersyair melainkan bantahan
atas tuduhan orang-orang musyrik yang menuduh al-quran sebagai syair dengan mengatakan
bahwa Nabi Muhammad adalah penyair sebagaimana yang direkam dalam Ath-Thur: 30.
أَمْ يَقُوْلُوْنَ شَاعِرٌ نَتَرَبَّصُ بِهِ ريب المنون
(Abul Qosim Al-Qusyairi, Syaroful Mushthofa,
Juz 4, hlm 102)
Untuk
memastikan bahwa Yasin: 69 bukan dalil larangan melantunkan syair, saya akan
nukilkan sebuah syair karya Ibn Rowahah yang dilantunkan Rosululloh SAW saat
perang Khondaq sebagai berikut:
اللهم لولا أنت ما اهتدينا * ولا تصدقنا ولا صلينا
فأنزلن سكينة علينا * وثبت الأقدامنا إن لاقينا
والمشركون قد بغوا علينا * وإن أرادوا فتنة أبينا
(Nurul Yaqin Fi Siroti Sayyidil Mirsalin, hlm
161, cet. Al-Hidayah, Surabaya)
Adapun
atsar yang menceritakan bahwa Sayyidina Umar melarang seseorang bersyair
sebelum sholat fardhu, atsar tersebut juga tidak bisa digunakan sebagai dalil
untuk melarang Pujian Sebelum Sholat Fardlu. Sebab dalam atsar itu tidak
dijelaskan syair apa yang dibaca orang tadi. Kecuali jika dalam atsar tersebut
dijelaskan bentuk syairnya berupa sholawat, maka ia bisa dijadikan sebagai dalil.
Adalah
suatu hal yang mustahil, jika Sayyidina Umar Ra melarang orang yang bersyair memuji
Nabi Muhammad SAW. Sebab beliau sendiri sangat gemar memuji Rosululloh SAW. Dapat
dipastikan bahwa syair yang dibaca laki-laki itu, tidak berupa sholawat ataupun
pujian terhadap Rosulloh SAW. Maka wajar jika beliau melarang orang itu.
Ada
juga yang menggunakan kalam imam syafi’I untuk melarang bersyair tanpa
menjelaskan bentuk syair yang beliau larang. Namun yang jelas, Imam Syafi’I
tidak pernah melarang syair yang bentuknya pujian terhadap Rosululloh SAW dan Ulama,
serta syair nasihat. Hal ini dapat kita buktikan dengan adanya syair-syair
karya beliau dalam Diwan Imam Syafi’i.
Keberadaan
syair karya Imam Syafi’I tersebut menunjukan bahwa beliau tidak melarang semua
syair. Beliau hanya melarang syair yang tidak memiliki faidah. Dengan demikian
kalam Imam Syafi’I tidak bisa digunakan sebagai dalil untuk melarang syair.
Apalagi jika syair itu berupa sholawat dan pujian terhadap Rosululloh SAW.
Untuk
membuktikan bahwa Imam syafi’I tidak melarang syair, saya akan nukilkan salah
satu syair karya beliau, sebagi berikut:
أحب الصالحين ولست منهم * لعلي أن أنال بهم شفاعة
(Diwan Imam Syafi’I, Qofiyah ‘Ain, hlm 66)
Ada
juga yang mengatakan bahwa syair dan Pujian Sebelum Sholat Fardlu termasuk
tasyabuh bilkufar. Maka dari itu mereka melarangnya.
Menanggapi
orang-orang semacam itu saya katakan bahwa Pujian Sebelum Sholat Fardlu bukan
tasyabuh bilkufar melainkan menandingi kufar sebagaimana saat mujahid palestina
menggunakan senjata produk kufar. Penggunaan ini bukan tasyabuh bilkufar
melainkan menandingi kufar. Tasyabuh bilkufar memang dilarang, namun menandingi
mereka adalah suatu keharusan.
Oleh
karena itu, para Kyai menyuruh kita Pujian Sebelum Sholat Fardlu dengan
melantunkan syair sholawat untuk
menunggu kedatangan imam dan jama’ah yang lain, sebab hukumnya adalah sunah. Wallohu
a’lam.
Demikianlah
penjelasan mengenai Pujian Sebelum Sholat Fardlu. Semoga bermanfaat di
dunia dan akhirat. Amin.
1 comments:
thanks mas bro..penjelasanx sangat bermanfaat sekali dan ilmiyah..lam kenal..
Post a Comment
Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini