Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Saturday, March 30, 2013

Seputar Warisan


UST saya mau nanya yang lainnya, Ada seorang laki-laki meninggal dunia meninggalkan istri, ibu, saudara laki-laki dan anak lai-laki. Apakah mereka yang ditinggal mendapatkan warisan semua?

Jawab:
Semuanya mendapatkan warisan kecuali saudara laki-laki mayyit. Sebab ia termahjub (terhalang) oleh far’ul warits yaitu anak laki-laki (ibin).

Adapun bagian istri, ibu dan anak laki-laki adalah sebagai berikut:
a. Istri mayyit mendapatkan 1/8 sebab ada walad yaitu anak laki-laki.
b. Ibu mayyit mendapat 1/6 sebab ada far’ul warits yaitu anak laki-laki.
c. Anak laki-laki mendapatkan ‘ashobah binafsih.

Refrensi: Takmilatu Zubdatil Hadits karya Al-Habib Muhammad Bin Salim Bin Hafiz Bin Abdulloh Bin Syek Abu Bakar.


Tahlil dan Tawasul Untuk Mayyit


Sebagai orang yang semenjak kecil hidup dalam lingkungan Nahdlatul Ulama, saya sudah terbiasa mengikuti kegiatan ala NU. Salah satunya adalah kegiatan tahlil yang mana kegiatan ini diselenggarakan sebagai wasilah untuk mendoakan orang yang telah meninggal dunia.

Rangkaian bacaan tahlil ini sangat bagus sekali, sebab yang dibaca adalah kalimah-kalimah thoyibah dan ayat-ayat suci al-Quran. Hanya saja dalam teknis pelaksanaanya biasanya di desa-desa pada hari-hari tertentu. Sebagai contoh: umpamanya ada orang meninggal dunia kemudian dibacakan tahlil sampai tujuh hari terus disusul hari keempat puluh dan terakhir mendak pindho (nglepas) setelah waktu dua tahun.

Yang ingin saya tanyakan:
  1. Apakah hal tersebut memang ada dasar hukumnya dari agama Islam (al Quran-Hadist). Karena ada yang berkomentar bahwa itu adalah merupakan sinkretisme antara ajaran Islam dan non-Islam.
  2. Bagaimanakah hukumnya bertawasul dalam berdoa dengan orang-orang yang telah wafat yang notabenenya mereka kita yakini shalih.

Jawaban:
  1. Dasar hukum yang menerangkan bahwa pahala dari bacaan yang dilakukan oleh keluarga mayit atau orang lain itu dapat sampai kepada si mayit yang dikirimi pahala dari bacaan tersebut adalah banyak sekali. Antara lain hadist yang dikemukakan oleh Dr. Ahmad as-Syarbashi, guru besar pada Universitas al-Azhar, dalam kitabnya, Yas aluunaka fid Diini wal Hayaah juz 1 halaman 442, sebagai berikut:
    وَقَدِ اسْتَدَلَّ الفُقَهَاءُ عَلَى هَذَا بِأَنَّ أَحَدَ الصَّحَابَةِ سَأَلَ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهِ عَلَيْهِ وَسَلَّم فَقَالَ لَهُ: يَا رَسُولَ اللهِ إِنَّا نَتَصَدَّقُ عَنْ مَوتَانَا وَنُحَجُّ عَنْهُمْ وَنَدعُو لَهُمْ هَلْْ يَصِلُ ذَلِكَ إِلَيْهِمْ؟ قَالَ: نَعَمْ إِنَّهُ لَيَصِلُ إِلَيْهِمْ وَإِنَّهُمْ لَيَفْرَحُوْنَ بِهِ كَمَا يَفْرَحُ اَحَدُكُمء بِالطَّبَقِ إِذَا أُهْدِيَ إِلَيْهِ!

    Sungguh para ahli fiqh telah mengambil dalil atas kiriman pahala ibadah itu dapat sampai kepada orang yang sudah meninggal dunia, dengan hadist bahwa sesungguhnya ada salah seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah saw, seraya berkata: Wahai Rasulullah, sesungguhnya kami bersedekah untuk keluarga kami yang sudah mati, kami melakukan haji untuk mereka dan kami berdoa bagi mereka; apakah hal tersebut pahalanya dapat sampai kepada mereka? Rasulullah bersabda: Ya! Sungguh pahala dari ibadah itu benar-benar akan sampai kepada mereka dan sesungguhnya mereka itu benar-benar bergembira dengan kiriman pahala tersebut, sebagaimana salah seorang dari kamu sekalian bergembira dengan hadiah apabila hadiah tersebut dikirimkan kepadanya!

    Hanya saja dalam kitab Fatawa al-Kubra juz 2 halaman 7 diterangkan bahwa menempatkan selamatan mayat para hari ke-3 dan seterusnya, hukumnya adalah bid’ah yang makruh. Kecuali jika selamatan tersebut dilakukan dengan memaksakan diri (takalluf) sampai berhutang atau mempergunakan harta warisan anak yatim atau lainnya yang dilarang agama, maka hukumnya haram.

    Adapun orang yang memberi komentar bahwa hal tersebut adalah sinkretisme antara ajaran agama Islam dengan non-Islam, maka sebenarnya orang tersebut tidak memahami sistem dakwah yang dilakukkan oleh Rasulullah saw, yang hanya memberikan bimbingan dan pengarahan terhadap kebudayaan dari bangsa-bangsa yang memeluk agama Islam yang bertentangan dengan pokok-pokok ajaran Islam. Sehingga tidak lagi bertentangan dengan pokok-pokok ajaran agama Islam. Sehingga karenanya, maka komentar tersebut tidak perlu diperhatikan.

  2. Hukumnya boleh, sebab mukjizat dari para nabi, karomah dari para wali dan maunah dari para ulama shaleh itu tidak terputus dengan kematian mereka. Dalam kitab Syawahidul Haq, karangan Syeikh Yusuf Ibn Ismail an-Nabhani, cetakan Dinamika Berkah Utama Jakarta, tanpa tahun, halaman 118 disebutkan sebagai berikut:
    وَيَجُوزُ التَّوَسُّلُ بِهِمْ إلَى اللهِ تَعَالَى ، وَالإِسْتِغَاثَةُ بِالأنْبِيَاءِ وَالمُرْسَلِيْنَ وَالعُلَمَاءِ وَالصَّالِحِيْنَ بَعْدَ مَوتِهِمْ لأَنَّ مُعْجِزَةَ الأَنْبِيَاءِ وَكَرَمَاتِ الأَولِيَاءِ لاَتَنْقَطِعُ بِالمَوتِ.

    Boleh bertawassul dengan mereka (para nabi dan wali) untuk memohon kepada Allah taala dan boleh meminta pertolongan dengan perantara para Nabi, Rasul, para ulama dan orang-orang yang shalih setelah mereka wafat, karena mukjizat para Nabi dan karomah para wali itu tidaklah terputus sebab kematian.Wallohu a'lam

Friday, March 29, 2013

Niat Puasa Sunah dan Puasa Qodho


assalamualaikum warramatullahi wabarokatuh ane pgn tanya  kalo ane puasa sunah tp ane jg berniat qodo puasa apa itu diperbolehkan

Jawab:
Wa’alaikum salam warohmatulloh wabarokatuh.
Puasa itu diperbolehkan.

Refrensi: Al-Fatawa Al-Fiqhiyah Al-Kubro juz 2 hlm 90 Bairut Darul Fikr
وبهذا يعلم أن الأفضل لمريد التطوع بالصوم أن ينوى الواجب إن كان عليه وإلا فالتطوع ليحصل له ما عليه إن كان
Dengan demikian diketahu bahwa yang lebih baik bagi orang yang ingin berpuasa sunnah maka ia berniat mengqodho puasa wajib bila memang ada kewajiban mengqodho. Bila tidak maka puasa sunah agar menghasilkan qodho bila memang mempunyai kewajiban qodho. Wallohu a’lam.

Bagaimana Hukum Hutang Di Bank?


Hadi Nijaddikirim ke
Assalamualaikum, mau tanya hukumnya pinjam uang d bank seperti BCA, BNI, dll.

Jawab:
Pertama kita harus tahu bahwa hukum berhutang adalah ja’iz (boleh). Mengenai hutang di bank, saya tidak tahu praktek yang sebenarnya. Maklum saya tidak pernah hutang sama bank. Namun dengar-dengar hutang di bank ada bunganya. Jadi yang menjadi permasalahan disini adalah hutang yang berbunga. Untuk mengetahui hukumnya kita harus mengetahui bagaimana akadnya?

a. Jika bunga itu merupakan syarat mendapatkan hutangan yang ada dalam akad sebelum ada ketetapan hutang maka hukumnya haram.
b. Jika bunga tersebut tidak di syaratkan dalam akad baik melalui ucapan maupun tulisan maka hukumnya boleh.
c. Jika bunga itu telah menjadi kebiasaan walaupun tidak diucapkan saat akad maka ada dua pendapat. Ada yang mengatakan haram dan ada yang mengatakan boleh.

Refrensi:
a. I’anah At-Tholibin Juz 3 hlm 26 Bairut Darul Fikr.
ومن ربا الفضل ربا القرض جر نفعا للمقرض غير نحو رهن لكن لايحرم عندنا إلا إذاشترط فى عقده
Diantara riba fadl adalah riba hutang, yakni semua pinjaman yang memberikan manfaat kepada sipeminjam kecuali seperti gadai. Menurut kita yang demikian itu tidak haram kecuali disyaratkan dalam akad menghutangi.

b. Fathul Mu’in dan I’anah Juz 3 hlm 64-66 Bairut Darul Fikr
وجاز لمقرض نفع يصل له من مقرض كرد الزائد قدرا أو صفة والأجود فى الردئ بلا شرط فى العقد بل يسن ذلك لمقرض لقوله صلى الله عليه وسلم إن خياركم أحسنكم قضاء. وأما القرض بشرط جر نفع لمقرض ففاسد اخبر كل قرض جر منفعة فهو ربا. ومنه القرض لمن يستأجر ملكه أى مثلا بأكثر من قيمته لأجل القرض إن وقع ذلك شرطا إذ هو حينئذ حرام إجماعا وإلا كره عند نا وحرم عند كثير من العلماء.   

Diperkenankan bagi kreditur untuk memperoleh manfaat yang diberikan debitur seperti pengembalian pinjaman yang lebih baik ukuran atau sifatnya, yang lebih bagus dari barang yang dipinjamkan yang tidak disyaratkan dalam akad bahkan yang demikian itu disunahkan bagi debitur karena sabda Nabi SAW: “Sebaik-baik kalian adalah yang paling baik dalam membayar hutangnya.”

Sedangkan pinjaman yang disertai syarat keuntungan bagi pihak yang meminjami maka merupakan akad yang fasid karena hadits “Semua hutang yang menarik keuntungan adalah riba”. Termasuk kategori ini adalah misalnya menghutangi orang yang menyewa hartanya dengan harga lebih karena hutang tersebut, jika persewaan itu menjadi syarat menghutangi, karena dalam kondisi seperti itu penghutangan tersebut adalah haram secara ijma’. Namun bila tidak menjadi syarat maka menurut kita hukumnya makruh dan menurut ulama banyak hukumnya haram.

c. Al-Asybah Wannazho’ir hlm 67 Bairut Darul Fikr
لو جرت عادة المقترض برد أزيد مما اقترض فهل ينزل منزلة الشرط فيحرم إقراضه وجهان أصحهما لا
Seandainya berlaku adat yang mengharuskan peminjam mengembalikan barang yang lebih baik dari yang dipinjamnya, maka apakah adat itu diposisikan sebagai syarat  sehingga hukum menghutanginya haram? Dalam kasus ini ada dua pendapat. Yang lebih shohih dari dua pendapat itu adalah tidak diposisikan sebagai syarat. Wallohu a’lam.

Seputar Haid II (Istihadhoh dan Mutahayyiroh)


Pada artikel sebelumnya kita telah membahas mengenai waktu haid. Waktu maksimal haid adalah 15 hari. Jika ada darah yang keluar dari kemaluan wanita lebih dari 15 hari maka darah itu disebut darah istihadhoh (darah rusak). Darah istihadhoh adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita tidak pada masa haid dan nifas. Silahkan baca di sini Seputar Haid

Dalam kitab-kitab fiqih biasanya masalah istihadoh dibagi menjadi 7. Namun untuk mempermudah dalam memahami, di sini saya akan membaginya menjadi 5 yaitu mubtada’ah mumayyizah, mubtada’ah ghoiru mumayyizah, mu’tadah mumayyizah, mu’tadah ghoiru mumayyizah dan mutahayyiroh.

Sebelum kita bahas secara terperinci ada baiknya jika kita ketahui warna darah haid terlebih dahulu. Warna darah haid ada 4 yaitu hitam, merah, kuning dan abu-abu. Warna hitam lebih kuat ketimbang merah. Warna merah lebih kuat daripada kuning. Warna kuning lebih kuat ketimabang abu-abu. Warna darah yang lebih kuat disebut qowi sedangkan warna darah yang lemah disebut dho’if.

1.Mubtada’ah Mumayyizah
Mubtada’ah mumayyizah adalah wanita yang baru pertama kali mengalami haid yang bisa membedakan warna darah antara yang kuat dan lemah. Maka darah yang lemah adalah istihadoh sementara darah yang kuat disebut haid dengan 4 syarat sebagai berikut.
a.Keluarnya darah yang kuat tidak kurang dari waktu minimal yaitu satu hari satu malam atau 24 jam.
b.Keluarnya darah yang kuat tidak melebihi waktu maksimal yaitu 15 hari.
c.Keluarnya darah tersebut secara berurutan.
d.Keluarnya darah yang lemah tidak kurang dari batas minimal suci yaitu 15 hari.

Sebagai contoh: Untuk pertama kalinya Aisyah mengalami haid namun darah yang keluar melebihi waktu maksimal yakni 15 hari. Katakanlah dalam 30 hari darah itu keluar terus menerus. Pada hari pertama hingga hari ke 14 keluar darah berwarna hitam. Setiap hari darah tersebut keluar selama 2 jam. Jadi dalam 14 hari darah tersebut keluar selama 28 jam. Kemudian pada hari ke 15 sampai hari ke 30 keluar darah berwarna merah. Maka darah yang keluar dari tanggal 1 sampai tanggal 14 adalah darah haid. Sedangkan yang keluar dari tanggal 15 sampai 30 ia disebut istihadoh.

Jika salah satu dari 4 syarat di atas tidak terpenuhi maka ia termasuk Mubtada’ah Ghoiru Mumayyizah sebagaimana yang akan diterangkan berikut.

2.Mubtada’ah Ghoiru Mumayyizah
Mubtada Ghoiru Mumayyizah adalah wanita yang pertama kali mengalami haid dimana warna darahnya hanya satu. Atau wanita yang pertama kali haid yang tidak memenuhi 4 syarat mubtada’h mumayyizah.

Sebagai contoh: Untuk pertama kalinya Aisyah mengalami haid dengan warna darah hitam. Atau darah itu berwarna dua, hitam dan merah namun keluarnya tidak berturut-turut. Pada hari pertama berwarna hitam kemudian pada hari kedua berwarna merah. Demikian terus terjadi secara bergantian hingga melebihi batas maksimal waktu haid yaitu 15 hari atau lebih. Maka haidnya adalah satu hari satu malam pada hari pertama. Sedangkan selebihnya adalah darah istihadoh.

Ini bagi wanita yang baru pertama kali mengalami haid. Sedangkan bagi wanita yang sebelumnya pernah haid maka hukumnya adalah sebagaimana yang akan dijelaskan berikut.

3.Mu’tadah mumayyizah
Mu’tada mumayyizah adalah wanita yang pernah mengalami haid yang warna darahnya dapat dibedakan. Sebagai contoh: biasanya Aisyah mengalami haid selama 7 hari. Namun pada bulan ini darahnya terus keluar hingga 30 hari. Warna darah tersebut ada dua; hitam dan merah.

Jika darah yang berwarna hitam keluar selama 7 hari maka haidnya adalah 7 hari pertama. Namun jika lebih dari 7 hari atau kuarang dari 7 hari, maka haidnya adalah waktu darah yang berwarna hitam itu keluar. Jika darah hitam itu keluar selama 8 hari maka haidnya adalah 8 hari pertama. Jika keluarnya selama 5 hari maka haidnya adalah 5 hari pertama. Sedangkan darah yang keluar pada hari-hari selebihnya disebut istihadoh.

Jika ia tidak bisa membedakan warna darah maka ia termasuk mu’tadah ghoiru mumayyizah sebagaimana yang akan diterangkan berikut.

4.Mu’tadah Ghoiru Mumayyizah
Mu’tada Ghoiru mumayyizah adalah wanita yang pernah mengalami haid namun darah yang keluar satu warna. Hanya saja ia ingat pada kebiasaan haid di bulan lalu, baik kadarnya maupun waktunya. Maka haidnya disesuaikan dengan kebiasaan tersebut.

Sebagai contoh: Biasanya Aisyah mengalami haid selama 7 hari dari tanggal 1 hingga tanggal 7. Namun pada bulan ini darahnya keluar hingga 30 hari dengan warna hitam. Maka haidnya adalah tujuh hari pertama.

Namun jika ia lupa pada kebiasaan haid dibulan lalu, maka ia termasuk mutahayyiroh sebagaimana yang akan dijelaskan berikut.

5.Mutahayyiroh.
Mutahayyiroh adalah wanita yang pernah mengalami haid namun ia lupa pada kebiasaannya. Adakalanya lupa pada kadar dan waktunya, adakalanya lupa pada waktunya saja tetapi ingat kadarnya dan adakalanya lupa pada kadarnya saja tetapi ingat pada waktunya. Yang dimaksud kadar di sini adalah lama ia mengalami haid di bulan lalu. Sedangkan yang dimaksud waktu adalah tanggal permulaan keluarnya haid.

a.Wanita Yang Lupa Pada Kadar dan Waktu Haid
Sebagai contoh: Seorang wanita melihat darah keluar dari kemaluannya selama 30 hari. Namun ia lupa kebiasaan bulan lalu, baik kadar dan waktunya. Ia tidak ingat berapa hari ia mengalami haid di bulan lalu? Ia juga lupa kapan haidnya dimulai pada bulan lalu.

Untuk kasus yang seperti ini ia dihukumi seperti orang haid dalam masalah jima’ dan hal-hal yang diharamkan kecuali masalah sholat dan puasa. Maka Ia tidak boleh melakukan making love (ML) dengan suaminya. Ia juga tidak boleh memegang mushaf dan membaca quran. Akan tetapi dalam masalah sholat dan puasa, ia dihukumi seperti orang yang suci sehingga ia wajib sholat dan puasa. Ia wajib mandi janabah setiap akan melakukan sholat.

b.Wanita Yang Lupa Pada Waktu Namun Ingat Kadarnya.
Kasusnya seperti kasus di atas. Hanya saja dalam kasus ini seorang wanita ingat pada kadar haidnya. Namun ia lupa pada waktunya. Sebagai contoh: Seorang wanita melihat darah keluar selama 30 hari. Akan tetapi ia lupa waktu mulai haidnya pada bulan lalu. Ia tidak ingat tanggaltanggal berapa permulaan haid dibulan lalu. Hanya saja ia ingat bahwa pada bulan lalu ia mengalami haid selama 5 hari. Ia juga ingat bahwa pada tanggal 1 bulan kemaren ia masih suci.

Dalam kasus seperti ini haidnya adalah pada tanggal 6 dengan yakin. Sedangkan pada tanggal 1 ia dihukumi suci dengan yakin. Pada tanggal 2 hingga tanggal 5, ia di mungkinkan suci juga dimungkinkan haid tanpa putus. Pada tanggal 7 hingga tanggal 10, ia dimungkinkan suci dan dimungkinkan haid dan putus.

Maka hukumnya adalah apa yang di yakini, yaitu suci pada tanggal 1 dan haid pada tanggal 6. Sedangkan tanggal-tanggal yang dimungkinkan haid dan suci yaitu tanggal 2 sampai tanggal 5 dan tanggal 7 sampai tanggal 10 hukumnya seperti hukum wanita yang lupa pada kadar dan waktunya sebagaimana yang saya jelaskan pada bagian “a”. 

c. Wanita Yang Lupa Pada Kadar Namun Ingat Waktunya.
Jika pada bagian “b” seorang wanita lupa pada waktunya maka pada bagian ini ia lupa pada kadarnya. Sebagai contoh: Pada bulan lalu haidnya keluar pada tanggal 1. Namun ia lupa berapa lama ia mengalaminya. Pada kasus seperti ini haidnya adalah satu hari satu malam dengan yakin yaitu pada tanggal 1. Pada tanggal 19 sampai 30 ia dihukumi suci. Sedangkan pada tanggal 2 samapai 15, ia dimungkinkan haid, juga dimungkinkan suci dan putus.  Jadi pada tanggal 2 sampai 15 ia dihukumi seperti pada kasus bagian “a”.

Ringkasan:
Istihadoh dibagi menjadi dua. Mubtada’ah dan Mu’tadah. Masing-masing dari keduanya adakalanya mumayyizah dan adakalanya ghoiru mumayyizah. Jika mu’tadah ghoiru mumayyizah lupa pada kebiasaan haidnya baik kadar maupun waktunya maka kasus seperti ini disebut mutahayyiroh.

Mubtada’ah mumayyizah adalah wanita yang baru pertama kali haid dan melihat darah yang keluar berwarna hitam dan merah. Maka darah yang berwarna merah adalah istihadoh sedangkan yang hitam adalah haid dengan syarat keluarnya secara berurutan, tidak kurang dari 24 jam dan tidak lebih dari 15 hari. Kemudian darah yang berwarna merah tidak keluar lebih dari 15 hari. Jika salah satu syarat tersebut tidak terpenuhi maka ia disebut mubtada’ah ghoiru mumayyizah. Maka haidnya adalah satu hari satu malam. Sedangkan hari-hari selebihnya adalah istihadoh.

Mu’tadah mumayyizah adalah wanita yang pernah mengalami haid yang mampu membedakan warna darah. Maka darah yang kuat dihukumi haid sedangkan yang lemah dihukumi istihadhoh. Jika ia tidak mampu membedakan warna darahnya maka jika ia ingat pada kebiasaan haid pada bulan lalu, maka haidnya disesuaikan dengan kebiasaan pada bulan lalu. Namun jika ia tidak ingat pada kebiasaan haid bulan lalu maka ia disebut matahayyiroh.

Mutahayyiroh adalah wanita yang pernah mengalami haid namun ia tidak bisa membedakan warna darahnya. Ia juga lupa pada kebiasaan haid dibulan lalu. Adakalanya lupa pada waktu dan kadarnya. Adakalanya lupa pada waktunya saja tetapi ingat pada kadarnya dan adakalanya lupa pada kadaranya saja tetapi ingat pada waktunya.

Jika ia lupa pada waktu dan kadarnya maka ada dua hukum untuknya. Ia dihukumi seperti orang haid dalam masalah jima’ dan hal-hal yang diharamkan kecuali masalah sholat dan puasa. Ia tidak boleh melakukan making love (ML) dengan suaminya. Ia juga tidak boleh memegang mushaf dan membaca quran. Akan tetapi dalam masalah sholat dan puasa, ia dihukumi seperti orang yang suci sehingga ia wajib sholat dan puasa. Ia wajib mandi janabah setiap akan melakukan sholat.

Sumber: Bajuri Juz 1 hlm 167 cet. Darul Fikr dan Minhajuth Tholibin hlm 19 cet. Darul Fikr.

Wednesday, March 27, 2013

Seputar Haid


Artikel ini saya tulis demi memenuhi permintaan Syarifah  Fatima S. Alaidarous yang sangat saya hormati dan cintai karena dia adalah cucu Rosululloh SAW. Sebenarnya permintaannya sudah lama. Namun karena saya sibuk mengajar di pondok dan manulis maka saya beru sempat menulis artikel seputar masalah haid ini. Kepada Syarifah Fatima S. Alaidarous saya mohon maaf atas keterlambatan saya dalam menulis artikel ini. Harap maklum karena saya harus membagi waktu agar seluruh kegiatan saya dapat dilaksanakan.

Pembahasan haid dalam artikel ini sengaja saya ringkas, hanya seputar masalah usia minimal wanita yang haid dan waktu haid . Sebelum membahas masalah itu ada baiknya kita ketahui pengertian haid terlebih dahulu. Haid secara bahasa adalah mengalir. Sementara pengertian haid menurut syari’at adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita dalam keadaan sehat yang bukan disebabkan melahirkan.

1. Usia Minimal Haid

Usia minimal wanita yang haid adalah kurang lebih 9 tahun. Jika ada wanita melihat darah keluar dari kemaluannya ketika usianya kurang dari 9 tahun maka kita princi menjadi dua sebagai berikut:
a. Jika kekurangannya  lebih dari waktu haid dan suci (30 hari-red) maka darah yang keluar itu bukan haid.
b. Jika kekurangannya  kurang dari waktu haid dan suci (Kurang dari 30 hari) maka darah itu disebut haid. (Bajuri Juz 1 hlm. 163 cet. Darul Fikr)

2. Waktu Haid
Waktu atau masa haid dibagi menjadi 3. Waktu minimal, waktu maksimal dan waktu umum.
a. Waktu Minimal.
Waktu minimal haid adalah satu hari satu malam atau lebih jelasnya 24 jam. Seorang wanita yang usianya telah mencapai 9 tahun ketika melihat darah keluar dari kemaluannya  secara terus-menerus selama 24 jam berarti ia telah haid.

b. Waktu Maksimal.
Waktu maksimal haid adalah 15 hari. Seorang wanita melihat darah keluar dari kemaluannya secara tidak terus menerus. Misalnya pada tanggal 1 januari pukul 8 pagi ia melihat darah keluar. 2 jam kemudian darah itu berhenti. Kejadian serupa terjadi lagi hingga tanggal 15. Maka kita hitung jumlah waktu keluarnya haid pada tiap harinya. 2x15=30. Jadi jumlah waktu keluarnya haid adalah 30 jam dalam 15 hari. Maka darah itu disebut darah haid.

c. Waktu Umum
Pada umumnya waktu haid yang dialami oleh wanita adalah 6 atau 7 hari. Jika waktu keluarnya darah di hitung, maka selama 6 atau 7 hari itu darah yang keluar membutuhkan waktu 24 jam atau lebih meskipun tidak secara terus menerus. Misalnya hari pertama darah keluar selama 4 jam. Demikian juga hari-hari berikutnya. Maka jumlah waktu keluarnya darah dalam 6 hari adalah 24 jam dan dalam 7 hari 28 jam.

Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa darah yang keluar dari kemaluan wanita dapat disebut darah haid adalah jika wanita tersebut telah berusia 9 tahun kemudian keluarnya darah selama 24 jam atau lebih dalam jangka maksimal 15 hari, baik keluarnya secara berturut-turut ataupun tidak. Jika usia wanita itu kurang dari 9 tahun maka darah tersebut bukan darah haid.

Jika ada darah yang keluar dari kemaluan wanita yang usianya telah mencapai 9 tahun namun keluarnya darah kurang dari 24 jam dalam jangka 15 hari atau keluarnya telah mencapai 24 jam namun dalam jangka lebih dari 15 hari maka darah itu disebut darah istihadhoh (darah rusak). Darah istihadhoh adalah darah yang keluar dari kemaluan wanita tidak pada masa haid dan nifas. Pembahasan darah istihadhoh di bagi menjadi tujuh sebagaimana yang akan saya jelaskan pada artikel yang akan datang, Insya Alloh.

Mafahim Yang Harus Di Luruskan

Kesalahan mendasar bagi orang wahabi yang menyebut Madzhab Asy’ari sebagai aliran sesat adalah pada kenyataannya mereka sendiri tidak mengetahui bagaimana ajaran Asy’ari yang sebenarnya. Mereka secara diam-diam berhayal dan menebak kemudian membuat statemen yang dinisbatkan kepada asy’ari. Dengan berdasarkan pada statemen yang lahir dari hayalan dan tebak-tebakan inilah, mereka mengklaim bahwa asy’ari yang merupakan madzhab teologi yang dianut oleh mayoritas umat islam, wabil husus umat islam di Indonesia sebagai aliran sesat. Di internet, mereka begitu militan menyebarkan klaim tersebut melalui jejaring sosial seperti facebook, twiter atau web, situs, bogspot dan word press.

Secara garis besar ada 4 masalah teologi yang dipermasalahkan oleh wahabi untuk menyatakan kesesatan madzhab asy’ari yang saya ketahui, yaitu masalah zat, sifat dan af’al Alloh, serta masalah kedudukan akal. Dalam masalah zat, wahabi menuduh asy’ari menyerupakan Zat Alloh dengan mahluk-Nya. Dalam masalah sifat, wahabi menuduh asy’ari menolak sifat-sifat Alloh. Dalam masalah af’al, wahabi menuduh asy’ari berpendapat bahwa Alloh sama sekali tidak turut campur atas perbuatan manusia. Dalam masalah akal, wahabi menuduh asy’ari memosisikan akal di atas nas quran dan hadits.

Menanggapi semua tuduhan itu, saya katakan: “Allohumma subhanak! Hadza buhtan ‘azhim.” (Maha Suci Engkau ya Alloh! Ini adalah kedustaan yang sangat besar). Bagaimana mungkin asy’ari berpendapat seperti itu? Sedangkan dalam kitab Ibanah karya Abu Hasan Al-Asy’ari, pendiri madzhab asy’ari jelas termaktub bantahan beliau terhadap aliran mujasimah yang menyerupakan Alloh dengan mahluk, bantah aliran mu’atholah yang menolak sifat Alloh, membantah pandangan mu’tazilah yang mengatakan bahwa Alloh sama sekali tidak turut campur atas perbuatan mahluk serta membantah pendapat mereka yang memosisikan akal di atas nas al-quran dan hadits.

1.    Zat Alloh.
Dalam hayalan wahabi, madzhab asy’ari telah menyerupakan Zat Alloh dengan mahluk. Padahal tidak demikian. Dalam madzhab asy’ari dikenal 20 sifat wajib Alloh. Salah satunya adalah bahwa Alloh mukholifun lilkholq, Alloh berbeda dengan mahluk. Sayyid Ahmad Marzuqi, salah satu pengikut asy’ari ketika menjelaskan sifat wajib Alloh, berkata:
فالله موجود قديم باقى * مخالف للخلق بالإطلاق
Alloh itu wujud, qodim, tetap, berbeda dengan makhluk secara mutlak. 1

2.    Sifat Alloh.
Wahabi menebak bahwa madzhab asy’ari telah manafikan sifat Alloh. Padahal tidak demikian. Justru asy’ari membantah semua pendapat aliran yang menafikan sifat Alloh. Abu Hasan Al-asy’ari selaku pendiri madzhab asy’ari dalam kitab ibanah membuat bab husus untuk membantah aliran jahmiyyah atau mu’atholah yang telah menafikan sifat Alloh.2

 Imam Ghozali sebagai salah satu pengikut Asy’ari berkata: “Alloh senantiasa disifati dengan sifat yang agung.”3 Syekh Nawawi Al-Bantani, pengikut madzhab Asy’ari ketika mensyarahi kitab Duror Bahiyah karya Syekh Ibrohim Al-Bajuri mengatakan: “Bagi mukalaf wajib mensifati Alloh dengan sifat sempurna.” 4

Ketika membahas faham asy’ari, Harun Nasution mengatakan bahwa; dalam pandangan asy’ari, al-ilm, al-quwwah dan al-irodah yang dimaksud bukan zat Alloh melainkan sifat-sifat Alloh.5

3.    Af’al Alloh.
Wahabi menuduh madzhab asy’ari berpendapat bahwa Alloh sama sekali tidak turut campur atas perbuatan manusia. Padahal tidak demikian. Justru asy’ari dengan keras membantah pandangan mu’tazilah yang berpendapat bahwa Alloh sama sekali tidak turut campur atas perbuatan manusia. Dalam pandangan asy’ari, alam dan seluruh mahluk diciptakan oleh Alloh bukan atas dasar sebab melainkan atas dasar kehendak. Oleh karena itu segala hal yang menjuwantah di alam ini termasuk perbuatan manusia adalah merupakan af’al Alloh.6

4.    Posisi Akal.
Wahabi menfitnah madzhab asy’ari lebih mendahulukan akal daripada nas qur’an dan hadits. Fitnah murahan ini menunjukan bahwa wahabi sama sekali tidak pernah membaca kitab-kitab madzhab asy’ari. Mereka hanya berhayal dan main tebak-tebakan kemudian menjadikannya sebagai dasar statemen untuk mengklaim bahwa madzhab asy’ari adalah sesat.

Padahal jika mereka mau menyisihkan sedikit waktu, satu atau dua jam untuk membaca kitab asy’ariyah, niscaya mereka akan tahu bahwa madzhab asy’ari lebih mendahulukan nas qur’an dan hadits ketimbang akal. Namun sayang mereka terlalu malas. Demi menutupi kemalasan ini, mereka membuat alasan kocak bahwa mereka tidak mau membaca kitab asy’ari karena asy’ari adalah madzhab bid’ah, karena asy’ari sesat dan tetekbengek alasan lucu lainnya.

Pertanyaanya, bagaimana mereka tahu kalau asy’ari adalah madzhab bid’ah jika mereka malas untuk membaca kitab-kitabnya? bagaimana mereka tahu kalau asy’ari sesat jika mereka tidak tahu bagaimana ajarannya?

Berikut ini adalah pernyataan Abu Hasan Al-Asy’ari mengenai pendapatnya sebagaimana yang termaktub dalam kitab Ibanah.
قولنا الذي نقول به، وديانتنا التي ندين بها، التمسك بكتاب الله ربنا عز وجل، وبسنة نبينا محمد صلى الله عليه وسلم، وما روى عن السادة الصحابة والتابعين وأئمة الحديث.
Pendapat yang kami katakan dan pandangan hidup yang kami ikuti adalah berpegang dengan kitabulloh (Al-Qur’an), sunah Nabi Muhammad SAW,  riwayat dari para pembesar sahabat dan tabi’in serta para imam hadits.7

Al-Imam Abdulloh Al-Alhadad dalam Risalah Mu’awanah berkata: “Sesungguhnya kebenaran bersama golongan Asy’ariyah yang dinisbatkan kepada Syekh Abu Hasan Al-Asy’ari. Beliau telah menyusun kaidah-kaidah aqidah ahli haq dan menjaga dalil-dalilnya yang merupakan aqidah yang telah disepakati oleh sahabat dan orang-orang setelahnya.”8

Sayyid Muhammad Bin Alawi Al-Maliki dalam mafahim menukil ucapan Ibn Taimiyah, salah satu panutan wahabi, sebagaimana yang termaktub dalam kitab fatawi juz 4 hlm 16. Kata Ibn Taimiyah: “Ulama adalah penolong ilmu agama sedangkan asya’iroh adalah penolong ushuluddin.”9

Maka wajar jika banyak ulama tafsir, hadits dan fiqih yang menganut madzhab Asy’ari. Di antaranya adalah sebagaimana yang disebutkan dalam buku Madzhab Asy’ari karya Ust. Muhammad Idrus Romli. Dalam buku itu disebutkan 24 nama ulama yang mengikuti madzhab Asy’ari lengkap dengan biografinya, seperti Al-Qodi Abu Bakar Al-Baqilani, Abu Bakar Bin Furok, Abu Ishak, Abu Qosim Al-Qusyairi, Izzuddin Bin Abdissalam dan lain-lain.10

Oleh karena itu tidaklah salah jika saya katakan bahwa  wahabi membuat statemen yang dibangun atas dasar hayalan dan tebak-tebakan kemudian dengan statemen tersebut mereka mengklaim bahwa asy’ari adalah madzhab bid’ah dan sesat. Namun sayang umat islam tidak butuh klaim yang dibangun atas dasar hayalan dan tebak-tebakan. Dengan kata lain umat islam tidak butuh klaim wahabi. Sebab semua klaim wahabi adalah fitnah atas madzhab asy’ari.

Kita sering mendengar sebuah kalimat atau mungkin kita sendiri pernah mengucapkannya. “Dalam fiqih kami mengikuti Imam Syafi’I dan dalam aqidah kami mengikuti Imam Abu Hasan Al-Asy’ari.” Ternyata wahabi tidak mampu memahami kalimat yang sederhana itu. Mereka menganggap bahwa kalimat itu menunjukan kalau imam syafi’I tidak memiliki aqidah. Atau punya, namun salah sehingga harus diluruskan oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ari. Maka para pengikut madzhab syafi’I mengikuti madzhab Asy’ari. Begitu kata wahabi.

Untuk meluruskan kepahaman wahabi yang salah itu, saya katakan bahwa dua ulama mujtahid itu memiliki bidang yang berbeda. Imam Syafi’I menekuni bidang fiqih. Beliau hanya menyusun kaidah dalam masalah fiqih. Sedangkan Imam Abu Hasan Al-Asy’ari menekuni bidang teologi. Beliau menyusun kaidah dalam masalah aqidah atau teologi. Dari sini terlahir ucapan “Dalam fiqih kami mengikuti Imam Syafi’I” Maksudnya adalah dalam fiqih kami mengikuti kaidah-kaidah yang telah disusun oleh Imam Syafi’i. “Dalam aqidah kami mengikuti Imam Abu Hasan Al-Asy’ari” maksudnya adalah dalam aqidah kami mengikuti kaidah-kaidah yang disusun oleh Imam Abu Hasan Al-Asy’ari.

Imam Abu Hasan sendiri dalam fiqih adalah pengikut madzhab syafi’i. Sebelum beliau menyusun kaidah teologi, pendapat ulama ahlu sunah masih bertebaran. Kemudian beliau mengumpulkan semua pendapat itu untuk mendasari konsep madzhab yang beliau dirikan yang pada gilirannya disebut madzhab asy’ari. Jadi Imam Abu Hasan sama sekali tidak membuat madzhab baru. Kemudian dengan konsep itu, beliau membantah aliran-aliran sesat seperti khowarij, mujasimah, qodariyah, jabariyah, mu’tazilah, jahmiyah dan lain-lain. Mungkin salah satu dari aliran-aliran itu atau yang sejalan dengan mereka -saat ini- ada yang tidak terima sehingga mereka harus menfitnah madzhab asy’ari. Wallohu a’lam.


Refrensi:
1.        Aqidatul Awam bait ke 6
2.        Ibanah bab 7 hlm 42
3.        Ihya’ Ulumiddin Juz 1 hlm 118
4.        Syarah Tijan Durori, hlm 3
5.        Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan hlm 167, Jakarta UI press
6.        Al-Ibanah, hlm 170 karya Abu Hasan Al-Asy’ari
7.        Al-Ibanah hlm. 5
8.        Risalatul Mu’awanah, hlm 51
9.        Mafahim Yajibu An Tushohahu, hlm 119
10.         Madzhab Asy’ari, hlm 70-111



Identitas Penulis

Nama : Qosim Ibn Aly

TTL   : Pringsewu, 3-9-1986
Alamat : Ma’had Darut Tauhid, Kedungsari, Purworejo, Jateng Po. BOX 211
E-mail  : qosimibnaly@yahoo.com

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates