Sebelum
kita membahas masalah fana’, penting digaris bawahi bahwa artikel ini
hanya sekedar pemahaman terhadap makam fana’. Bukan anjuran agar anda mencapai
makam tersebut. Lagi pula makam tersebut bukanlah kedudukan yang dapat
diperoleh dengan keinginan manusia. Melainkan anugerah dari Alloh. Alloh
menghendaki manusia yang Dia pilih berada dimakam tersebut.
Maka
merupakan suatu kesalahan jika ada orang yang mengikuti jalan sufi dengan
tujuan mencapai makam fana’. Demikian juga merupakan kesalahan jika ada orang
yang memasukan makam tersebut sebagai pokok ajaran sufi. Sebab tujuan sufi
adalah Alloh. Apapun yang ia lakukan hanya karena Alloh yang pada gilirannya
ini disebut dengan ikhlas. Hingga sebagian sufi ada yang mengatakan bahwa ia
tidak mengharapkan surga serta tidak takut neraka.
Hal ini karena surga dan
neraka adalah mahluk. Para sufi tidak beribadah karena mengharapkan mahluk dan
tidak pula karena takut kepada mahluk. Mereka hanya mengharapkan Alloh dan
takut kepada Alloh. Bukankah segalanya dari Alloh dan akan kembali kepada
Alloh? Apakah yang seperti ini bathil? Apakah yang seperti ini bid’ah? Apakah
yang seperti ini sesat?
Saya
belum pernah merasakan bagaimana makam fana’. Namun saya mengetahui ada orang yang
telah mencapai makam itu. Seperti Abu Yazid Al-Busthomi. Kemudian saya
memelajarinya. Saya fahami bagaimana kondisinya dari awal hingga ia mencapai
makam tersebut. Inilah metode yang saya gunakan dalam memahami makam ini.
Saya
tidak memaksa anda untuk memahaminya. Namun jika anda ingin mengomentari
masalah ini maka saya persilahkan anda untuk mengikuti metode saya. Jangan
hanya mengambil kesimpulan ahir kemudian anda membuat metode lain agar bisa
menuduh dengan tuduhan yang bukan-bukan sebagaimana yang dilakukan oleh wahabi.
Yang seperti itu adalah merupakan cara picik yang tidak pantas dilakukan oleh
mereka yang melakukan kajian ilmiyah. Apalagi jika dinisbatkan kepada islam. Sangat
tidak pantas dan sangat memalukan. Islam tidak mengajarkan cara picik seperti
itu.
Silahkan
anda mengkritik makam fana’. Namun sebelum anda melakukan hal itu, silahkan
anda baca artikel saya berjudul Qul Hadzihi Sabily 1 samapai 6 di http://goleksurgo.blogspot.com/ . Dengan begitu dialog kita nyambung. Anda tidak
mengeluarkan komen ngelantur yang keluar dari jalur.
Jika
anda membaca artikel saya maka anda akan memahami bahwa jalan tasawuf telah
sesuai dengan al-Qur’an dan hadits. Jika jalan ini dilalui maka seorang sufi
akan mencapai makam ma’rifah. Ma’rifah adalah kepahaman terhadap Alloh setelah
melakukan pemikiran dan renungan terhadap ciptaan Alloh. Untk lebh jelasnya
silahkan baca artikel Qul Hadzihi Sabily 7 di http://goleksurgo.blogspot.com/2013/04/qul-hadzihi-sabily-7-seputar-marifat.html
Setelah
mencapai makam ma’rifah, seorang sufi dituntut untuk istiqomah menjalankan
syari’at. Bersamaan dengan itu, ia terus berfikir dan merenung tentang ciptaan
yang oleh Alloh dijadikan sebagai bukti akan keberadaan-Nya. Seperti yang dijelaskan
dalam surat Ar-Rohman yang artinya sebagai berikut:
1.
(Tuhan) Yang Maha Pemurah.
2.
Yang telah mengajarkan Qur’an.
3.
Dia menciptakan manusia.
4.
Mengajarkannya pandai berbicara.
5.
Matahari dan bulan beredar menurut perhitungannya.
6.
Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohon kedua-duanya tunduk kepada-Nya.
7.
Dan Alloh telah meninggikan langit dan meletakan neraca.
8.
Supaya kamu jangan melampui batas tentang neraca itu.
9.
Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu
mengurangi neracanya.
10. Dan Alloh telah meratakan bumi untuk
mahluk (Nya)
11. Di bumi itu ada buah-buahan dan
pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang.
12. Dan biji-bijian dan bunga yang harum
baunya.
13. Maka nikmat tuhan kamu yang manakah
yang kamu dustakan?
14. Dia menciptakan manusia dari tanah
kering seperti tembikar.
15. Dan Dia menciptakan jin dari nyala
api.
16. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah
yang kamu dustakan?
17. Tuhan yang memelihara dua tempat
terbit matahari dan Tuhan yang memelihara dua tempat terbenamnya.
18. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah
yang kamu dustakan?
19. Dia membiarkan dua lautan mengalir
yang keduanya kemudian bertemu.
20. Antara keduanya ada batas yang tidak
dilampaui oleh masing-masing.
21. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah
yang kamu dustai?
22. Dari keduanya keluar mutiara dan
marjan.
23. Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang
kamu dustakan.
24. Dan kepunyaan-Nyalah bahtera-bahtera
yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung.
25. Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah
yang kamu dustakan?
Orang-orang
sufi memikirkan dan merenungkan semua itu. Hingga mereka memahami bahwa semua
itu benar-benar menunjukan adanya Alloh. Inilah yang disebut ma’rifat atau
mengenal Alloh. Mereka terus berfikir dan merenung hingga mereka mendapat
kepahaman yang lebih jelas dari sebelumnya. Inilah yang kemudian disebut
tajalla.
Setelah
semuanya jelas dan benar-benar membuktikan adanya Alloh maka selanjutnya mereka
merasakan semua itu binasa dan rusak. Semuanya punah sebagaimana yang
dijelaskan dalam Ar-Rohman: 26:
كل من عليها فان
Artinya:
“Semua yang ada di bumi itu binasa.”
Semua
penduduk bumi hilang, mati dan rusak kecuali mereka yang dikehendaki oleh Alloh.
(Tafsir Ibn Katsir Juz 4 hlm 234, cet Darul Kutub Al-Ilmiyah). Sebagian orang
ada yang memahami bahwa ayat itu membicarakan hari kiamat. Kepahaman ini benar.
Sebab memang pada hari kiamat semuanya akan binasa. Namun apakah ayat
sebelumnya membicarakan hari kiamat?
Ayat mana yang membicarakan kiamat?
Ayat
sebelumnya tidak membicarakan hari kiamat melainkan membicarakan nikmat-nikmat
Alloh yang merupakan bukti adanya Alloh. Para sufi sangat memahami hal ini
setelah merenungkan dan memikirkannya. Hingga mereka benar-benar merasakan
semuanya fana’.
Keadaan
seperti ini dalam kitab tasawuf diungkapkan dengan kata dzauq. Teks arabnya ذوق
. Kebanyakan orang menerjemahkan kata itu sebagai ‘perasaan’. Dari terjemahan
ini sebagian orang menganganggapnya sebagai zhon. Teks arabnya ظن yang jika diterjemahkan berarti perasaan. Padahal
dzauq dan zhon memiliki makna yang berbeda. Jika dzauq adalah perasaan setelah mencicipi
maka zhon adalah persaan sebelum mencicipi.
Misalnya
begini. Anda makan apel kemudian anda bilang “rasa apel adalah manis”. Ini disebut
dzauq. Jika anda belum pernah memakan apel namun pernah mendengar bahwa rasa
apel adalah manis kemudian anda mengatakan “rasa apel manis”. Ini disebut zhon.
Maka
dari itu orang-orang sufi sering mengatakan bahwa perasaan yang mereka alami
tidak akan dipahami oleh mereka yang tidak menjalani thoriqoh mereka. Seperti orang
yang tidak pernah makan apel. Ia tidak akan memahami rasa apel yang sebenarnya.
Ia pernah mendengar bahwa rasa apel itu manis. Namun ia tidak tahu bagaimana
manisnya apel. Apakah seperti manisnya gula, atau seperti madu atau seperti
tebu. Mereka tidak tahu.
Setelah
merenungkan dan memikirkan tanda-tanda kebesaran Alloh, para shufi merasakan
(Dzauq bukan zhon) bahwa semuanya fana’. Ketika semuanya fana’, maka tidak ada
eksistensi lain selain dia dan Alloh. Oleh karena itu terkadang mereka berkata
kepada seseorang: “Antal Haq.” ( Engkau adalah Yang Haq).
Orang
lain yang belum mencapai makam itu yang tidak mampu memahami ayat-ayat Alloh
hingga benar-benar melihat bahwa tanda-tanda itu fana’, (mereka) menganggap
bahwa orang sufi itu telah menuhankan manusia. Padahal tidak demikian. Orang
sufi itu tidak menganggap manusia sebagai Tuhan. Hanya saja pada waktu itu ia
mengalami keadaan dimana –selain dia dan Alloh- semuanya telah fana’.
Seandainya
keadaan ini terjadi pada anda, dimana tidak ada eksistensi apapun selain anda
dan Tuhan, pasti anda juga akan berkata: “Antal Haq”. Sebab pada keadaan
seperti itu, anda hanya bisa menggunakan dua dhomir. Dhomir mutakalim wahdah (kata
ganti orang pertama) dan Dhomir mukhotob (kata ganti orang kedua). Dalam
kondisi seperti itu, dhomir gho’ib (kata ganti orang ke tiga) tidaklah berlaku.
Mereka
yang telah mencapai makam fana’, terus berfikir dan merenung. Dalam kondisi
seperti ini, tidak ada tanda kebesaran
Alloh selain dirinya sendiri. Maka ia berfikir dan merenung mengenai dirinya
hingga ahirnya ia melihat dirinya pun rusak. Eksistensi dirinya fana’
sebagaimana eksistensi mahluk lainnya. Dalam kondisi seperti ini, siapa yang
ada? Saat itu hanya ada Alloh. Maka dari itu terkadang ia berkata: “Anal Haq.”
Sebagaimana
kejadian sebelumnya, orang yang tidak memahami ayat Alloh, tidak bisa melihat
bahwa semua bukti telah fana’. Maka mereka menganggap sufi telah mengaku
sebagai Tuhan. Namun sebenarnya tidak demikian. Tetapi karena ia telah
menghilangkan eksistensi dirinya sendiri
sehingga yang ada hanya eksistensi Alloh, maka ia berkata seperti itu.
Dengan
demikian, benarlah firman Alloh, Al-Qoshosh: 88
كل شىء هالك إلا وجهه
Artinya:
“Segala sesuatu rusak kecuali Zat Alloh.”
Sebagai
penutup artikel ini, sekali lagi saya tegaskan bahwa artikel ini hanya sekedar
pemahaman terhadap makam fana’. Bukan anjuran agar anda mencapai makam
tersebut. Wallohu a’lam.
0 comments:
Post a Comment
Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini