Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Thursday, April 11, 2013

Qul Hadzihi Sabily 8 (Seputar Makam Fana')


Sebelum kita membahas masalah fana’, penting digaris bawahi bahwa artikel ini hanya sekedar pemahaman terhadap makam fana’. Bukan anjuran agar anda mencapai makam tersebut. Lagi pula makam tersebut bukanlah kedudukan yang dapat diperoleh dengan keinginan manusia. Melainkan anugerah dari Alloh. Alloh menghendaki manusia yang Dia pilih berada dimakam tersebut.

Maka merupakan suatu kesalahan jika ada orang yang mengikuti jalan sufi dengan tujuan mencapai makam fana’. Demikian juga merupakan kesalahan jika ada orang yang memasukan makam tersebut sebagai pokok ajaran sufi. Sebab tujuan sufi adalah Alloh. Apapun yang ia lakukan hanya karena Alloh yang pada gilirannya ini disebut dengan ikhlas. Hingga sebagian sufi ada yang mengatakan bahwa ia tidak mengharapkan surga serta tidak takut neraka. 

Hal ini karena surga dan neraka adalah mahluk. Para sufi tidak beribadah karena mengharapkan mahluk dan tidak pula karena takut kepada mahluk. Mereka hanya mengharapkan Alloh dan takut kepada Alloh. Bukankah segalanya dari Alloh dan akan kembali kepada Alloh? Apakah yang seperti ini bathil? Apakah yang seperti ini bid’ah? Apakah yang seperti ini sesat?

Saya belum pernah merasakan bagaimana makam fana’. Namun saya mengetahui ada orang yang telah mencapai makam itu. Seperti Abu Yazid Al-Busthomi. Kemudian saya memelajarinya. Saya fahami bagaimana kondisinya dari awal hingga ia mencapai makam tersebut. Inilah metode yang saya gunakan dalam memahami makam ini.

Saya tidak memaksa anda untuk memahaminya. Namun jika anda ingin mengomentari masalah ini maka saya persilahkan anda untuk mengikuti metode saya. Jangan hanya mengambil kesimpulan ahir kemudian anda membuat metode lain agar bisa menuduh dengan tuduhan yang bukan-bukan sebagaimana yang dilakukan oleh wahabi. Yang seperti itu adalah merupakan cara picik yang tidak pantas dilakukan oleh mereka yang melakukan kajian ilmiyah. Apalagi jika dinisbatkan kepada islam. Sangat tidak pantas dan sangat memalukan. Islam tidak mengajarkan cara picik seperti itu.

Silahkan anda mengkritik makam fana’. Namun sebelum anda melakukan hal itu, silahkan anda baca artikel saya berjudul Qul Hadzihi Sabily 1 samapai 6 di http://goleksurgo.blogspot.com/ . Dengan begitu dialog kita nyambung. Anda tidak mengeluarkan komen ngelantur yang keluar dari jalur. 

Jika anda membaca artikel saya maka anda akan memahami bahwa jalan tasawuf telah sesuai dengan al-Qur’an dan hadits. Jika jalan ini dilalui maka seorang sufi akan mencapai makam ma’rifah. Ma’rifah adalah kepahaman terhadap Alloh setelah melakukan pemikiran dan renungan terhadap ciptaan Alloh. Untk lebh jelasnya silahkan baca artikel Qul Hadzihi Sabily 7 di http://goleksurgo.blogspot.com/2013/04/qul-hadzihi-sabily-7-seputar-marifat.html 

Setelah mencapai makam ma’rifah, seorang sufi dituntut untuk istiqomah menjalankan syari’at. Bersamaan dengan itu, ia terus berfikir dan merenung tentang ciptaan yang oleh Alloh dijadikan sebagai bukti akan keberadaan-Nya. Seperti yang dijelaskan dalam surat Ar-Rohman yang artinya sebagai berikut:

1.      (Tuhan) Yang Maha Pemurah.
2.      Yang telah mengajarkan Qur’an.
3.      Dia menciptakan manusia.
4.      Mengajarkannya pandai berbicara.
5.      Matahari dan bulan beredar menurut perhitungannya.
6.      Dan tumbuh-tumbuhan dan pohon-pohon kedua-duanya tunduk kepada-Nya.
7.      Dan Alloh telah meninggikan langit dan meletakan neraca.
8.      Supaya kamu jangan melampui batas tentang neraca itu.
9.      Dan tegakkanlah timbangan itu dengan adil dan janganlah kamu mengurangi neracanya.
10.  Dan Alloh telah meratakan bumi untuk mahluk (Nya)
11.  Di bumi itu ada buah-buahan dan pohon kurma yang mempunyai kelopak mayang.
12.  Dan biji-bijian dan bunga yang harum baunya.
13.  Maka nikmat tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
14.  Dia menciptakan manusia dari tanah kering seperti tembikar.
15.  Dan Dia menciptakan jin dari nyala api.
16.  Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
17.  Tuhan yang memelihara dua tempat terbit matahari dan Tuhan yang memelihara dua tempat terbenamnya.
18.  Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?
19.  Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu.
20.  Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing.
21.  Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustai?
22.  Dari keduanya keluar mutiara dan marjan.
23.  Maka nikmat Tuhan kamu manakah yang kamu dustakan.
24.  Dan kepunyaan-Nyalah bahtera-bahtera yang tinggi layarnya di lautan laksana gunung-gunung.
25.  Maka nikmat Tuhan kamu yang manakah yang kamu dustakan?

Orang-orang sufi memikirkan dan merenungkan semua itu. Hingga mereka memahami bahwa semua itu benar-benar menunjukan adanya Alloh. Inilah yang disebut ma’rifat atau mengenal Alloh. Mereka terus berfikir dan merenung hingga mereka mendapat kepahaman yang lebih jelas dari sebelumnya. Inilah yang kemudian disebut tajalla.

Setelah semuanya jelas dan benar-benar membuktikan adanya Alloh maka selanjutnya mereka merasakan semua itu binasa dan rusak. Semuanya punah sebagaimana yang dijelaskan dalam Ar-Rohman: 26:
كل من عليها فان
Artinya: “Semua yang ada di bumi itu binasa.”

Semua penduduk bumi hilang, mati dan rusak kecuali mereka yang dikehendaki oleh Alloh. (Tafsir Ibn Katsir Juz 4 hlm 234, cet Darul Kutub Al-Ilmiyah). Sebagian orang ada yang memahami bahwa ayat itu membicarakan hari kiamat. Kepahaman ini benar. Sebab memang pada hari kiamat semuanya akan binasa. Namun apakah ayat sebelumnya  membicarakan hari kiamat? Ayat mana yang membicarakan kiamat?

Ayat sebelumnya tidak membicarakan hari kiamat melainkan membicarakan nikmat-nikmat Alloh yang merupakan bukti adanya Alloh. Para sufi sangat memahami hal ini setelah merenungkan dan memikirkannya. Hingga mereka benar-benar merasakan semuanya fana’.

Keadaan seperti ini dalam kitab tasawuf diungkapkan dengan kata dzauq. Teks arabnya ذوق . Kebanyakan orang menerjemahkan kata itu sebagai ‘perasaan’. Dari terjemahan ini sebagian orang menganganggapnya sebagai zhon. Teks arabnya ظن  yang jika diterjemahkan berarti perasaan. Padahal dzauq dan zhon memiliki makna yang berbeda.  Jika dzauq adalah perasaan setelah mencicipi maka zhon adalah persaan sebelum mencicipi.

Misalnya begini. Anda makan apel kemudian anda bilang “rasa apel adalah manis”. Ini disebut dzauq. Jika anda belum pernah memakan apel namun pernah mendengar bahwa rasa apel adalah manis kemudian anda mengatakan “rasa apel manis”. Ini disebut zhon.

Maka dari itu orang-orang sufi sering mengatakan bahwa perasaan yang mereka alami tidak akan dipahami oleh mereka yang tidak menjalani thoriqoh mereka. Seperti orang yang tidak pernah makan apel. Ia tidak akan memahami rasa apel yang sebenarnya. Ia pernah mendengar bahwa rasa apel itu manis. Namun ia tidak tahu bagaimana manisnya apel. Apakah seperti manisnya gula, atau seperti madu atau seperti tebu. Mereka tidak tahu.

Setelah merenungkan dan memikirkan tanda-tanda kebesaran Alloh, para shufi merasakan (Dzauq bukan zhon) bahwa semuanya fana’. Ketika semuanya fana’, maka tidak ada eksistensi lain selain dia dan Alloh. Oleh karena itu terkadang mereka berkata kepada seseorang: “Antal Haq.” ( Engkau adalah Yang Haq).

Orang lain yang belum mencapai makam itu yang tidak mampu memahami ayat-ayat Alloh hingga benar-benar melihat bahwa tanda-tanda itu fana’, (mereka) menganggap bahwa orang sufi itu telah menuhankan manusia. Padahal tidak demikian. Orang sufi itu tidak menganggap manusia sebagai Tuhan. Hanya saja pada waktu itu ia mengalami keadaan dimana –selain dia dan Alloh- semuanya telah fana’.

Seandainya keadaan ini terjadi pada anda, dimana tidak ada eksistensi apapun selain anda dan Tuhan, pasti anda juga akan berkata: “Antal Haq”. Sebab pada keadaan seperti itu, anda hanya bisa menggunakan dua dhomir. Dhomir mutakalim wahdah (kata ganti orang pertama) dan Dhomir mukhotob (kata ganti orang kedua). Dalam kondisi seperti itu, dhomir gho’ib (kata ganti orang ke tiga) tidaklah berlaku.

Mereka yang telah mencapai makam fana’, terus berfikir dan merenung. Dalam kondisi seperti  ini, tidak ada tanda kebesaran Alloh selain dirinya sendiri. Maka ia berfikir dan merenung mengenai dirinya hingga ahirnya ia melihat dirinya pun rusak. Eksistensi dirinya fana’ sebagaimana eksistensi mahluk lainnya. Dalam kondisi seperti ini, siapa yang ada? Saat itu hanya ada Alloh. Maka dari itu terkadang ia berkata: “Anal Haq.”

Sebagaimana kejadian sebelumnya, orang yang tidak memahami ayat Alloh, tidak bisa melihat bahwa semua bukti telah fana’. Maka mereka menganggap sufi telah mengaku sebagai Tuhan. Namun sebenarnya tidak demikian. Tetapi karena ia telah menghilangkan eksistensi dirinya  sendiri sehingga yang ada hanya eksistensi Alloh, maka ia berkata seperti itu. 

Dengan demikian, benarlah firman Alloh, Al-Qoshosh: 88
كل شىء هالك إلا وجهه
Artinya: “Segala sesuatu rusak kecuali Zat Alloh.”

Sebagai penutup artikel ini, sekali lagi saya tegaskan bahwa artikel ini hanya sekedar pemahaman terhadap makam fana’. Bukan anjuran agar anda mencapai makam tersebut. Wallohu a’lam.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates