Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Friday, April 12, 2013

Kufu'ah (Kesetaraan Dalam Nikah) II


Seorang Syarifah (Maaf saya tidak mencantumkan namanya karena dia meminta agar saya merahasiakannya) merasa resah setelah membaca buku karya Habib Umar Muhdhor Syahab dengan judul “Tuntutan Tanggung Jawab Terhadap Ahlul Bait Dan Kafa’ahnya”. 

Pasalnya pada halaman 87 disebutkan bahwa pernikahan seorang syarifah (Wanita dari ahlul bait) dan akhwal (lelaki bukan dari ahlul bait) lebih buruk dari perzinahan. Dengan kata lain jika syarifah menikah dengan ahwal berarti zina.

Syarifah itu menanyakan kebenaran pernyataan tersebut. Tapi saya menolak untuk menjawabnya. Saya suruh dia untuk bertanya kepada Habib saja. Sebab banyak sekali Habib yang lebih alim dari saya. Namun ia tidak mau. Ia memaksa saya untuk memberikan jawaban. Ahirnya saya menyanggupi permintaannya dengan syarat buku yang ia baca dipinjamkan kepada saya.

Setelah saya baca buku itu dari awal hingga ahir, saya simpulkan bahwa alasan pernyataan itu dikemukakan oleh Habib Umar adalah karena Syarifah adalah orang mulia. Jika ia menikah dengan ahwal berarti ini tidak kufu’. Pernikahan yang tidak kufu’ hukumnya tidak sah. Maka kata Habib Umar Muhdhor Syahab, pernikahan itu sama dengan zina bahkan lebih buruk.

Sebelum ia membuat kesimpulan itu pertama-tama ia mengajukan beberapa dalil baik dari Al-qur’an maupun hadits tentang keutamaan ahlul bait. Dari sini dapat dipahami bahwa Syarifah adalah manusia mulia.

Sebenarnya jika ingin membahas masalah pernikahan Syarifah dengan ahwal, ia tidak perlu menukil dalil-dalil itu. sebab semua orang tahu bahwa Ahlul bait (termasuk Syarifah) adalah orang mulia. Sehingga jika ada syarifah menikah dengan ahwal maka tidaklah kufu’. Sahkah pernikahan dua mempelai yang tidak kufu’? Maka untuk menjawab pertanyaan tersebut kita cukup merujuk ke kitab-kitab fiqih.

Ada sebagian orang yang menilai bahwa syarifah yang menikah dengan ahwal berarti nasabnya terputus dengan Rosululloh SAW. Mereka berdalih menggunakan hadits berikut:
فويل للمكذبين بفضلهم من أمتي القاطعين منهم صلتي لاأنزالهم الله شفاعة
Celakahlah orang dari umatku yang mendustakan keutamaan mereka (Ahlil bait) yang memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada orang-orang yang seperti itu Alloh tidak akan menurunkan syafa’at.

Sebenarnya hadits itu sama sekali tidak membicarakan masalah pernikahan Syarifah dengan ahwal. Jadi sangat lucu jika syarifah yang menikah dengan ahwal dikait-kaitkan dengan hadist tersebut kemudian dikatakan bahwa nasabnya terputus dengan Rosululloh SAW.

Hadits tersebut membicarakan tentang kautamaan ahlul bait. Hal ini dapat kita pahami dengan melihat teks sebelumnya, yaitu:
فإنهم عتري خلقوا من طينتي ورزقوا فهمي و علمي
Mereka (Ahlul bait) adalah keturunanku. Mereka diciptakan dari darah dagingku. Mereka diberi kepahamanku dan ilmuku.

Ini adalah keutamaan ahlul bait. Maka celakahlah orang yang mendustai keutamaan itu yang memutuskan hubungan nasab mereka dengan Rosululloh SAW. Begitu maksudnya. Jadi sama sekali tidak membicarakan masalah pernikahan syarifah dengan ahwal. Kalimat mana yang menunjukan hal itu?

Dengan demikian jika ada orang yang menganggap nasab syarifah terputus dengan Rosululloh SAW hanya karena ia menikah dengan ahwal, justru orang inilah yang memutus hubungan nasab ahlul bait dengan Rosululloh SAW. Sebab pernikahan tidak memutuskan tali nasab. Mana dalilnya jika pernikahan memutus tali nasab?

Memang nasab anak syarifah yang menikah dengan ahwal terputus dengan Rosululloh SAW. Namun tidak dengan nasab syarifah tersebut. Ia tetap cucu Rosul SAW yang harus dihormati dan tidak boleh dihina apalagi sampai disebut berzina hanya karena menikah dengan ahwal.

Siapa yang wajib menghormati? Seluruh umat islam tak kercuali para ahlul bait sendiri. Para ahlul bait juga wajib menghormati sesame ahlul bait. Mereka tidak boleh saling menghina. Sekalipun syarifah yang menikah dengan ahwal. Sebab bagaimanapun juga ia masih tetap cucu Rosul SAW.

Apa anda tega mengatakan seorang syarifah berzina? Apakah anda kira itu tidak termasuk menyakiti ahlul bait? Anda mengatakan bahwa menyakiti ahlul bait sama dengan menyakiti Nabi SAW, lalu mengapa anda menyakiti syarifah yang menikah dengan ahwal? Mengapa anda menuduhnya berzina? Mengapa? Anda punya 4 saksi? Anda punya bukti? Jika tidak berarti anda melakukan qodzaf. Anda harus dicambuk 80 kali.

Janganlah mengarak masalah ini sampai menyeret masalh lain. cukuplah kita bahas titik masalahnya. Apakah pernikahan syarifah dan ahwal yang tidak kufu’ hukumnya sah? Cuma itu tok kok masalahnya.

Mari kita lihat sejarah. Putri Nabi Muhammad SAW tidak hanya Sayyidah Fatimah Rha. Melainkan juga Sayyidah Ruqoyyah Rha dan Sayyidah Umi Kultsum Rha. Siapa suami Sayyidah Ruqoyyah? Jawabannya adalah seorang lelaki yang tidak kufu’ dengan beliau, yaitu Sayyidina Utsman Ra. Apakah nasab Sayyidah Ruqoyyah terputus dengan Rosululloh SAW? Apakah pernikahan itu merupakan perzinahan? Jika iya, lalu mengapa Rosululloh SAW menikahkan kembali putrinya Sayyidah Umi Kultsum dengan sayyidina Utsman? Jelas itu tidak menyebabkan terputusnya hubungan nasab Sayyidah Ruqoyyah dengan Rosulluh SAW.

Bagaimana dengan Sayyidah Umi Kultsum, Putri Imam Ali Kw yang menikah dengan Sayyidina Umar Ra? Apakah nasab beliau juga terputus? Apakah pernikahan itu perzinahan? Buruk sekali pikiran anda padahal yang menikahkan adalah Imam Ali Kw.

Apakah karena menikahkan anaknya dengan ahwal berarti Rosululloh SAW telah memutus hubungan nasab beliau dengan putrinya? Apakah karena meridhoi pernikahan putrinya dengan ahwal berarti Imam Ali memutus Nasab putrinya dengan Rosululloh? Tidak… tidak… dan tidak. Itulah jawaban yang benar.
Lalu mengapa jika syarifah sekarang menikah dengan ahwal anda katakana bahwa nasabnya terputus dengan Nabi SAW? Mengapa anda menyebut pernikahan itu sebagai perzinahan? Apakah anda tega mengatakan cucu Rosul SAW telah berzina? !!! Alloh Yahfazh.

Mari kita lihat penilaian ulama fiqih. Jumhur Ulama memasukan nasab sebagai bagian dari kufu’ah. Maka pernikahan yang tidak kufu’ hukumnya tidak sah. Namun jiak pernikahan itu atas dasar keridhoan syarifah dan walinya menurut mereka pernikahannya tetap sah. Imam Malik tidak memasukan nasab ke dalam kategori kufu’ah sehingga pernikahan yang tidak kufu’ dalam hal nasab menurut beliau hukumnya tetap sah. Untuk lebih jelasnya silahkan baca ta’birnya di http://goleksurgo.blogspot.com/2013/04/kufuah-kesetaraan-dalam-nikah.html 

Oleh karena itu Asy-Sya’roni dalam kitab Mizan Kubro berkata:
إتفق الأئمة على أن نكاح من ليس بكفء في النسب غير محرم
Para Imam (4 Madzhab) sepakat bahwa pernikahan seseorang yang tidak kufu’ dalam hal nasab tidaklah haram. ( Mizanul Kubro, bab Nikah Hlm 108)

Akan tetapi dalam kitab Bughyah, Sayyid Abdur Rohman bin Muhammad AL-Masyhur tidak setuju dengan pendapat imam 4 madzhab tersebut. Menurutnya pernikahan itu tetap tidak sah walaupun syarifah dan walinya ridho kecuali jika pernikahan itu tidak dilaksanakan dapat  menyebabkan mafsadah seperti zina maka pernikahan itu boleh bahkan wajib. (Bughyah Al-Mustarsyidin, bab kaf’ah mas’alah Syarifah Alawiyah, hlm 210)

Dalam kitab Minhaj, Imam Nawawi mengatakan: “Jika ada wali menikahkan anaknya dengan lelaki yang tidak kufu’ dan anaknya meridhoi perjodohan tersebut maka hukumnya sah. Demikian pula menurut Syekh Zakariya Al-Anshori dalam kitab Fathul Wahab.

Meski demikian: Menurut saya seorang syarifah, hendaknya menikah dengan lelaki dari ahlul bait. Begitu juga ahwal. Jangan coba-coba merayu syarifah apalagi sampai mainn dukun. Tidak boleh itu. Namun jika ada syarifah yang menikah dengan ahwal, hendaknya tidak ada yang menghina syarifah tersebut, tidak mengucilkannya, tidak menyebutnya telah keluar dari nasab Rosululloh SAW. Apa lagi sampai menyebutnya telah berzina. Walloh! ini sangat menyakitkan. Apakah anda melarang ahwal menyakiti ahlul bait sementara anda sendiri menyakiti ahlul bait? Jika masing-masing kita bisa seperti itu, Insya Alloh orep kita tentrem, adem tur ayem. Wallohu a’lam.

4 comments:

Anonymous said...

Pemikiran anda sangat bijaksana

Unknown said...

I agree

Unknown said...

Assalamualaiqum wr.wb
Tpi bagai mana menurut saudara kalau yang ini :
Penulis Tafsir 'Al-Manar', Syeikh Muhammad Abduh, dalam menafsirkan ayat 84 Surah Al-An'am, antara lain mengatakan, bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
"Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka), kecuali anak-anak Fatimah. Akulah ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka".
Hadist mengenai Kafa'ah Syarifah :
Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi :
إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا
‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami’.
Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa : Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.
Para ulama seperti Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Syafii dalam masalah kafa’ah sependapat dengan pendapat khalifah Umar bin Khattab yang mengatakan :

لأمنعن فزوج ذوات الأحساب إلا من الأكفاء

‘Aku melarang wanita-wanita dari keturunan mulia (syarifah) menikah dengan lelaki yang tidak setaraf dengannya’.
Menurut mazhab Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, seorang wanita keturunan Bani Hasyim, tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki dari selain keturunan mereka kecuali disetujui oleh wanita itu sendiri serta seluruh keluarga (wali-walinya). Bahkan menurut sebagian ulama mazhab Hambali, kalaupun mereka rela dan mengawinkannya dengan selain Bani Hasyim, maka mereka itu berdosa. Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
‘Wanita keturunan mulia (syarifah) itu hak bagi seluruh walinya, baik yang dekat ataupun jauh. Jika salah seorang dari mereka tidak ridho di kawinkannya wanita tersebut dengan lelaki yang tidak sekufu’, maka ia berhak membatalkan. Bahwa wanita (syarifah) hak Allah, sekiranya seluruh wali dan wanita (syarifah) itu sendiri ridho menerima laki-laki yang tidak sekufu’, maka keridhaan mereka tidak sah’.

Freethinker said...

https://revealationofthetruths.blogspot.co.id/2012/08/pernikahan.html

syarifah dapat menikahi pribumi (ahwal)

Post a Comment

Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates