Seorang
Syarifah (Maaf saya tidak mencantumkan namanya karena dia meminta agar saya
merahasiakannya) merasa resah setelah membaca buku karya Habib Umar Muhdhor
Syahab dengan judul “Tuntutan Tanggung Jawab Terhadap Ahlul Bait Dan Kafa’ahnya”.
Pasalnya pada halaman 87 disebutkan bahwa pernikahan seorang syarifah (Wanita
dari ahlul bait) dan akhwal (lelaki bukan dari ahlul bait) lebih buruk dari
perzinahan. Dengan kata lain jika syarifah menikah dengan ahwal berarti zina.
Syarifah
itu menanyakan kebenaran pernyataan tersebut. Tapi saya menolak untuk
menjawabnya. Saya suruh dia untuk bertanya kepada Habib saja. Sebab banyak
sekali Habib yang lebih alim dari saya. Namun ia tidak mau. Ia memaksa saya
untuk memberikan jawaban. Ahirnya saya menyanggupi permintaannya dengan syarat
buku yang ia baca dipinjamkan kepada saya.
Setelah
saya baca buku itu dari awal hingga ahir, saya simpulkan bahwa alasan
pernyataan itu dikemukakan oleh Habib Umar adalah karena Syarifah adalah orang
mulia. Jika ia menikah dengan ahwal berarti ini tidak kufu’. Pernikahan yang
tidak kufu’ hukumnya tidak sah. Maka kata Habib Umar Muhdhor Syahab, pernikahan
itu sama dengan zina bahkan lebih buruk.
Sebelum
ia membuat kesimpulan itu pertama-tama ia mengajukan beberapa dalil baik dari
Al-qur’an maupun hadits tentang keutamaan ahlul bait. Dari sini dapat dipahami
bahwa Syarifah adalah manusia mulia.
Sebenarnya
jika ingin membahas masalah pernikahan Syarifah dengan ahwal, ia tidak perlu
menukil dalil-dalil itu. sebab semua orang tahu bahwa Ahlul bait (termasuk
Syarifah) adalah orang mulia. Sehingga jika ada syarifah menikah dengan ahwal
maka tidaklah kufu’. Sahkah pernikahan dua mempelai yang tidak kufu’? Maka
untuk menjawab pertanyaan tersebut kita cukup merujuk ke kitab-kitab fiqih.
Ada sebagian
orang yang menilai bahwa syarifah yang menikah dengan ahwal berarti nasabnya
terputus dengan Rosululloh SAW. Mereka berdalih menggunakan hadits berikut:
فويل للمكذبين بفضلهم من أمتي القاطعين منهم صلتي لاأنزالهم الله
شفاعة
Celakahlah
orang dari umatku yang mendustakan keutamaan mereka (Ahlil bait) yang
memutuskan hubunganku dari mereka. Kepada orang-orang yang seperti itu Alloh
tidak akan menurunkan syafa’at.
Sebenarnya
hadits itu sama sekali tidak membicarakan masalah pernikahan Syarifah dengan
ahwal. Jadi sangat lucu jika syarifah yang menikah dengan ahwal dikait-kaitkan
dengan hadist tersebut kemudian dikatakan bahwa nasabnya terputus dengan Rosululloh
SAW.
Hadits
tersebut membicarakan tentang kautamaan ahlul bait. Hal ini dapat kita pahami
dengan melihat teks sebelumnya, yaitu:
فإنهم عتري خلقوا من طينتي ورزقوا فهمي و علمي
Mereka
(Ahlul bait) adalah keturunanku. Mereka diciptakan dari darah dagingku. Mereka diberi
kepahamanku dan ilmuku.
Ini adalah
keutamaan ahlul bait. Maka celakahlah orang yang mendustai keutamaan itu yang
memutuskan hubungan nasab mereka dengan Rosululloh SAW. Begitu maksudnya. Jadi sama
sekali tidak membicarakan masalah pernikahan syarifah dengan ahwal. Kalimat mana
yang menunjukan hal itu?
Dengan
demikian jika ada orang yang menganggap nasab syarifah terputus dengan
Rosululloh SAW hanya karena ia menikah dengan ahwal, justru orang inilah yang
memutus hubungan nasab ahlul bait dengan Rosululloh SAW. Sebab pernikahan tidak
memutuskan tali nasab. Mana dalilnya jika pernikahan memutus tali nasab?
Memang
nasab anak syarifah yang menikah dengan ahwal terputus dengan Rosululloh SAW.
Namun tidak dengan nasab syarifah tersebut. Ia tetap cucu Rosul SAW yang harus
dihormati dan tidak boleh dihina apalagi sampai disebut berzina hanya karena
menikah dengan ahwal.
Siapa
yang wajib menghormati? Seluruh umat islam tak kercuali para ahlul bait
sendiri. Para ahlul bait juga wajib menghormati sesame ahlul bait. Mereka tidak
boleh saling menghina. Sekalipun syarifah yang menikah dengan ahwal. Sebab bagaimanapun
juga ia masih tetap cucu Rosul SAW.
Apa anda
tega mengatakan seorang syarifah berzina? Apakah anda kira itu tidak termasuk
menyakiti ahlul bait? Anda mengatakan bahwa menyakiti ahlul bait sama dengan
menyakiti Nabi SAW, lalu mengapa anda menyakiti syarifah yang menikah dengan
ahwal? Mengapa anda menuduhnya berzina? Mengapa? Anda punya 4 saksi? Anda punya
bukti? Jika tidak berarti anda melakukan qodzaf. Anda harus dicambuk 80 kali.
Janganlah
mengarak masalah ini sampai menyeret masalh lain. cukuplah kita bahas titik
masalahnya. Apakah pernikahan syarifah dan ahwal yang tidak kufu’ hukumnya sah?
Cuma itu tok kok masalahnya.
Mari kita lihat sejarah. Putri Nabi Muhammad SAW tidak hanya Sayyidah Fatimah Rha. Melainkan juga Sayyidah Ruqoyyah Rha dan Sayyidah Umi Kultsum Rha. Siapa suami Sayyidah Ruqoyyah? Jawabannya adalah seorang lelaki yang tidak kufu’ dengan beliau, yaitu Sayyidina Utsman Ra. Apakah nasab Sayyidah Ruqoyyah terputus dengan Rosululloh SAW? Apakah pernikahan itu merupakan perzinahan? Jika iya, lalu mengapa Rosululloh SAW menikahkan kembali putrinya Sayyidah Umi Kultsum dengan sayyidina Utsman? Jelas itu tidak menyebabkan terputusnya hubungan nasab Sayyidah Ruqoyyah dengan Rosulluh SAW.
Bagaimana
dengan Sayyidah Umi Kultsum, Putri Imam Ali Kw yang menikah dengan Sayyidina
Umar Ra? Apakah nasab beliau juga terputus? Apakah pernikahan itu perzinahan? Buruk
sekali pikiran anda padahal yang menikahkan adalah Imam Ali Kw.
Apakah
karena menikahkan anaknya dengan ahwal berarti Rosululloh SAW telah memutus
hubungan nasab beliau dengan putrinya? Apakah karena meridhoi pernikahan
putrinya dengan ahwal berarti Imam Ali memutus Nasab putrinya dengan
Rosululloh? Tidak… tidak… dan tidak. Itulah jawaban yang benar.
Lalu
mengapa jika syarifah sekarang menikah dengan ahwal anda katakana bahwa
nasabnya terputus dengan Nabi SAW? Mengapa anda menyebut pernikahan itu sebagai
perzinahan? Apakah anda tega mengatakan cucu Rosul SAW telah berzina? !!! Alloh
Yahfazh.
Mari
kita lihat penilaian ulama fiqih. Jumhur Ulama memasukan nasab sebagai bagian
dari kufu’ah. Maka pernikahan yang tidak kufu’ hukumnya tidak sah. Namun jiak
pernikahan itu atas dasar keridhoan syarifah dan walinya menurut mereka
pernikahannya tetap sah. Imam Malik tidak memasukan nasab ke dalam kategori
kufu’ah sehingga pernikahan yang tidak kufu’ dalam hal nasab menurut beliau
hukumnya tetap sah. Untuk lebih jelasnya silahkan baca ta’birnya di http://goleksurgo.blogspot.com/2013/04/kufuah-kesetaraan-dalam-nikah.html
Oleh
karena itu Asy-Sya’roni dalam kitab Mizan Kubro berkata:
إتفق الأئمة على أن نكاح من ليس بكفء
في النسب غير محرم
Para
Imam (4 Madzhab) sepakat bahwa pernikahan seseorang yang tidak kufu’ dalam hal
nasab tidaklah haram. ( Mizanul Kubro, bab Nikah Hlm 108)
Akan
tetapi dalam kitab Bughyah, Sayyid Abdur Rohman bin Muhammad AL-Masyhur tidak
setuju dengan pendapat imam 4 madzhab tersebut. Menurutnya pernikahan itu tetap
tidak sah walaupun syarifah dan walinya ridho kecuali jika pernikahan itu tidak
dilaksanakan dapat menyebabkan mafsadah
seperti zina maka pernikahan itu boleh bahkan wajib. (Bughyah Al-Mustarsyidin,
bab kaf’ah mas’alah Syarifah Alawiyah, hlm 210)
Dalam
kitab Minhaj, Imam Nawawi mengatakan: “Jika ada wali menikahkan anaknya dengan
lelaki yang tidak kufu’ dan anaknya meridhoi perjodohan tersebut maka hukumnya
sah. Demikian pula menurut Syekh Zakariya Al-Anshori dalam kitab Fathul Wahab.
Meski
demikian: Menurut saya seorang syarifah, hendaknya menikah dengan lelaki dari
ahlul bait. Begitu juga ahwal. Jangan coba-coba merayu syarifah apalagi sampai
mainn dukun. Tidak boleh itu. Namun jika ada syarifah yang menikah dengan ahwal,
hendaknya tidak ada yang menghina syarifah tersebut, tidak mengucilkannya,
tidak menyebutnya telah keluar dari nasab Rosululloh SAW. Apa lagi sampai
menyebutnya telah berzina. Walloh! ini sangat menyakitkan. Apakah anda melarang
ahwal menyakiti ahlul bait sementara anda sendiri menyakiti ahlul bait? Jika
masing-masing kita bisa seperti itu, Insya Alloh orep kita tentrem, adem tur ayem.
Wallohu a’lam.
4 comments:
Pemikiran anda sangat bijaksana
I agree
Assalamualaiqum wr.wb
Tpi bagai mana menurut saudara kalau yang ini :
Penulis Tafsir 'Al-Manar', Syeikh Muhammad Abduh, dalam menafsirkan ayat 84 Surah Al-An'am, antara lain mengatakan, bahawasanya Rasulullah s.a.w. pernah bersabda:
"Semua anak Adam bernasab kepada orang tua lelaki (ayah mereka), kecuali anak-anak Fatimah. Akulah ayah mereka dan akulah yang menurunkan mereka".
Hadist mengenai Kafa'ah Syarifah :
Dalam kitab Makarim al-Akhlaq terdapat hadits yang berbunyi :
إنما انا بشر مثلكم أتزوّج فيكم وأزوّجكم إلا فاطمة فإن تزويجها نزل من السّماء , ونظر رسول الله إلى أولاد علي وجعفر فقال بناتنا لبنينا وبنونا لبناتنا
‘Sesungguhnya aku hanya seorang manusia biasa yang kawin dengan kalian dan mengawinkan anak-anakku kepada kalian, kecuali perkawinan anakku Fathimah. Sesungguhnya perkawinan Fathimah adalah perintah yang diturunkan dari langit (telah ditentukan oleh Allah swt). Kemudian Rasulullah memandang kepada anak-anak Ali dan anak-anak Ja’far, dan beliau berkata : Anak-anak perempuan kami hanya menikah dengan anak-anak laki kami, dan anak-anak laki kami hanya menikah dengan anak-anak perempuan kami’.
Menurut hadits di atas dapat kita ketahui bahwa : Anak-anak perempuan kami (syarifah) menikah dengan anak-anak laki kami (sayid/syarif), begitu pula sebaliknya anak-anak laki kami (sayid/syarif) menikah dengan anak-anak perempuan kami (syarifah). Berdasarkan hadits ini jelaslah bahwa pelaksanaan kafa’ah yang dilakukan oleh para keluarga Alawiyin didasari oleh perbuatan rasul, yang dicontohkannya dalam menikahkan anak puterinya Fathimah dengan Ali bin Abi Thalib. Hal itu pula yang mendasari para keluarga Alawiyin menjaga anak puterinya untuk tetap menikah dengan laki-laki yang sekufu sampai saat ini.
Para ulama seperti Abu Hanifah, Imam Ahmad dan Imam Syafii dalam masalah kafa’ah sependapat dengan pendapat khalifah Umar bin Khattab yang mengatakan :
لأمنعن فزوج ذوات الأحساب إلا من الأكفاء
‘Aku melarang wanita-wanita dari keturunan mulia (syarifah) menikah dengan lelaki yang tidak setaraf dengannya’.
Menurut mazhab Syafii, Abu Hanifah dan Ahmad bin Hanbal, seorang wanita keturunan Bani Hasyim, tidak boleh dikawini oleh seorang laki-laki dari selain keturunan mereka kecuali disetujui oleh wanita itu sendiri serta seluruh keluarga (wali-walinya). Bahkan menurut sebagian ulama mazhab Hambali, kalaupun mereka rela dan mengawinkannya dengan selain Bani Hasyim, maka mereka itu berdosa. Imam Ahmad bin Hanbal berkata :
‘Wanita keturunan mulia (syarifah) itu hak bagi seluruh walinya, baik yang dekat ataupun jauh. Jika salah seorang dari mereka tidak ridho di kawinkannya wanita tersebut dengan lelaki yang tidak sekufu’, maka ia berhak membatalkan. Bahwa wanita (syarifah) hak Allah, sekiranya seluruh wali dan wanita (syarifah) itu sendiri ridho menerima laki-laki yang tidak sekufu’, maka keridhaan mereka tidak sah’.
https://revealationofthetruths.blogspot.co.id/2012/08/pernikahan.html
syarifah dapat menikahi pribumi (ahwal)
Post a Comment
Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini