Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Monday, April 15, 2013

Mafahim Yang Harus Di Luruskan III


Al-Mulk: 10
وقالوا لو كنا نسمع أو نعقل ما كنا فى أصحاب السعير
Artinya: “Sekiranya kami mendengarkan dan menggunakan akal niscaya tidaklah kami termasuk penghuni neraka yang menyala-nyala.”

Al-Mulk: 10 menjelaskan bahwa orang yang tidak mendengarkan dan tidak menggunakan akalnya untuk memahami apa yang ia dengar adalah ahli neraka.  Mafhum Mukholafahnya, jika ada orang yang mendengarkan kemudian memahaminya menggunakan akal, maka ia akan selamat.

Wahabi seperti Aliran Hasyawiyah yang hanya mendengarkan tanpa memahami menggunakan akal. Sehingga ketika ada orang yang memahami teks dalil menggunakan akal langsung mereka klaim sebagai aliran sesat. Sebaliknya, syiah 12 seperti mu’tazilah yang hanya menggunakan akal. Sedangkan ulama Asy’ariyah menggunakan keduanya. Mereka menggabungkan antara apa yang mereka dengar (Al-Qur’an, Hadits, Pendapat sahabat, tabi’in, muhadits serta pendapat Imam Ahmad) dan akal. Dengan kata lain mereka menggunakan akal untuk memahami apa yang mereka dengar.

Mengenai hal ini, salah satu Ulama Asya’iroh, hujatul islam Imam Ghozali berkata: “Kaum Hasyawiyah berasumsi wajibnya beku terhadap taklid dan mengikuti makna-makna literal. Hal itu bersumber dari nalar mereka yang lemah dan wawasan mereka yang sedikit. Sedangkan kaum filosof dan mu’tazilah berlebih-lebihan dalam menggunakan akal sehingga berlawanan dengan dalil-dalil syara’ yang qoth’i.
Kelompok pertama cendrung ekstrim sedangkan kelompok kedua cendrung sembrono. Keduanya jauh dari sikap yang bijaksana dan berhati-hati. Justru yang menjadi kaidah keyakinan adalah sikap moderat dan mengikuti jalan yang lurus.

Orang yang merasa puas dengan hanya bertaklid kepada teks-teks hadits namun mengingkari metodologi penelitian dan nalar tidak mungkin menemukan jalan kebenaran. Sebab syara’ bersandar terhadap sabda Nabi SAW sedangkan argumentasi rasional adalah satu-satunya sarana yang dapat membuktikan kebenaran sabda Nabi SAW dalam apa yang beliau sampaikan. Sedangkan orang yang hanya mengikuti akal dan tidak mengikuti petunjuk cahaya syara’, juga tidak mungkin memperoleh petunjuk menuju kebenaran. Sebab ia hanya berpegang pada akal yang diliputi oleh kelemahan dan keterbatasan.” (Abu Hamid Al-Ghozali, Al-Iqtishod Fil I’tiqod, hlm. 21 edisi muwafaq Fauzi Al-Jabr, dengan disederhanakan).

Walhasil penggunaan akal dalam madzhab asy’ari adalah untuk memahami teks al-qur’an atau hadits sebagaimana yang diperintahkan oleh al-qur’an. Namun kecupetan dan kekerdilan pemikiran Firanda –sebab ia tidak bisa menggunakan akalnya- tidak mampu memahami penggunaan akal dalam madzhab asy’ari. Dengan berdasarkan kecupetan berfikir ini, ia memfitnah madzhab asy’ari lebih mendahulukan akal ketimbang dalil. Maha Suci Engkau Ya Alloh, ucapan Firanda adalah kedustaan yang sangat besar.

0 comments:

Post a Comment

Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates