Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Monday, April 22, 2013

Bukti Firanda Melakukan Tahrif


Dalam kitab Muhashol, Ar-Rozi berkata: “Masalah : Dalil lafal tidaklah memberi faedah keyakinan kecuali jika telah diyakini terpenuhinya 10 perkara, (1) terjaganya para perawi kosa kata lafal-lafal dalil tersebut,.. (dan seterusnya).

Saat mengomentari 10 syarat tersebut, dalam artikelnya Firanda berkata: “Coba renungkan 10 persyaratan di atas, sebagiannya saja mustahil untuk dipenuhi apalagi harus terpenuhi keseluruhannya. Perhatikan syarat yang pertama “terjaganya/maksumnya para perowi kosa kata tersebut”, ini saja mustahil untuk dipenuhi.

Tanggapan:

Kata “mustahil” adalah untuk sesuatu yang bertentangan dengan akal yang tidak dapat diketahui kecuali setelah memikirkannya menggunakan akal. Ini menunjukan bahwa Firanda menggunakan akal. Komentar Ini bertentangan dengan komentar Firanda saat menentang penggunaan akal. Jadi ia mengecam penggunaan akal yang dilakukan oleh Ar-Rozi namun ia menggunakan akal untuk mengecam Ar-Rozi. Sungguh picik akal anda wahai Firanda.

Saya tidak akan membahas 10 syarat itu satu persatu. Sebab Firanda hanya membuat pernyataan bahwa “10 syarat itu mustahil terpenuhi” tanpa menyertai alasan dan dalil ilmiyah untuk menyokong pernyatan tersebut.

Jika hanya membuat pernyataan tanpa alasan dan dalil ilmiyah dapat di benarkan, maka siapa pun orangnya bisa membuatnya. Tidak harus meraih gelar S2, juga tidak perlu mengejar S3 seperti Firanda. Anak TK nol kecil saja bisa dengan sangat mudah membuat pernyataan untuk membantah pernyataan Firanda itu.  Dengan mudahnya mereka bisa berkata: “Anda salah wahai Firanda. 10 syarat itu tidak mustahil. 10 syarat itu sangat mudah untuk dipenuhi.” Terjawab sudah pernyataan Firanda oleh anak TK nol kecil.

Di sini saya hanya akan membahas satu point, yakni komentar Firanda terhadap syarat pertama. Berikut teks arabnya:
عصمة رواة مفردات تلك الألفاظ

Saat mengomentari syarat ini, Firanda berkata: “Perhatikan syarat yang pertama “terjaganya/maksumnya para perowi kosa kata tersebut”, ini saja mustahil untuk dipenuhi.” Jadi dalam kepahaman Firanda syarat itu menunjukan bahwa perowi harus maksum yang tentu saja ini mustahil sebab tidak ada manusia maksum selain nabi.

Tanggapan:
Saya akan membagi tanggapan untuk menjawab komentar Firanda di atas ke dalam dua sub; yaitu kesalahan Firanda dalam mentarkib kalimat dan tarkib yang benar.

1.      Kesalahan Firanda Dalam Mentarkib Kalimat
Jika Firanda menerjemahkan kalimat itu dengan “terjaganya/maksumnya para perowi kosa kata tersebut” berarti Firanda menjadikan kalimat itu sebagai tarkib idhofi dari dua tarkib idhofah. Lafazh عصمة ia posisikan sebagai mudhof. Lafazh رواة , ia posisikan sebagai mudhof ilaih. Lafazh مفردات, ia jadikan sebagai mudhof. Sementara isim isyaroh dan musyaroh ilaih, yakni  تلك الألفاظ , ia jadikan mudhof ilaih. Kemudian Firanda menjadikan dua tarkib idhofah tersebut menjadi satu tarkib idhofah. Tarkib idhofah pertama, yakni عصمة رواة sebagai mudhofnya tarkib idhofah kedua yakni مفردات تلك الألفاظ.

Silahkan anda pelajari seluruh kitab gramer arab (Nahwu), dari jurumiyah, Al-fiyah Ibn Malik hingga Sudzurudzdzahab lengkap dengan syarat-syarahnya. Silahkan anda cari, adakah penjelasan tarkib idhofah yang terbentuk dari dua idhofah? Sebelum anda membuka kitab-kitab itu, saya pastikan terlebih dahulu bahwa anda tidak akan menemukan tarkib idhofah yang terbentuk dari dua tarkib idhofah sebagaimana yang dilakukan oleh Firanda dalam menerjemahkan kalimat itu.

Artinya terjemahan Firanda itu berdasarkan pada kesalahan dalam mentarkib kalimat yang berakibat pada kesalahan dalam memahami kalimat tersebut. Dari kepahaman yang salah inilah Firanda menerjemahkan kalimat itu. Klimaksnya, orang wahabi menggunakan terjemahan yang salah dari pemahaman yang salah sebab pen-tarkib-an kalimat yang salah untuk menuduh Ar-Rozi mensyaratkan kemaksum perowi. Buruk sekali kepahaman anda wahai Firanda. Bagaimana anda memahami kalimat itu sebagai syarat bahwa perowi harus maksum? Berikut saya akan beritahu anda tarkib yang benar menurut kaidah nahwu.

2.      Tarkib Yang Benar.

Telah sama-sama kita ketahui bahwa عصمة adalah masdar. Ia menjadi mudhof bagi Lafazh رواة . Dalam  Alfiyah Ibn Malik bait ke 429 dijelaskan bahwa masdar dapat beramal seperti fi’ilnya.
بفعله المصدر الحق في العمل * مضافا او مجردا او مع ال
Fi’il adalah amilnya maf’ul bih. Artinya fi’il adalah yang menashobkan maf’ul bih. Karena masdar bisa beramal seperti fi’ilnya, maka masdar juga bisa menashobkan maf’ul bih. Dengan demikian mahal kalimat مفردات تلك الألفاظ pada syarat pertama adalah maf’ul bih. Ia dibaca nashob yang ditandai dengan kasroh sebab lafazh مفردات adalah jama’ mu’anats salim. Dalam Alfiyah bait ke 41 di katakan,
وما بتا والف قد جمع * يكسر في الجر وفي النصب معا

Dengan tarkib seperti itu maka terjemahan kalimat عصمة رواة مفردات تلك الألفاظ adalah penjagaan perowi terhadap kosa kata lafazh-lafazh tersebut. Jadi yang dimaksud عصمة رواة bukan perowinya maksum sebagaimana terjemahan Firanda melainkan perowinya menjaga kosa kata lafazh-lafazh hadits yang ia dengar.

Jika tarkib itu di jadikan sebagai jumlah fi’liyah, artinya masdarnya diganti dengan fi’ilnya maka mahal lafazh رواة yang tadinya mudhof ilaih, menjadi fa’il (subjek). Jadi yang melakukan pekerjaan adalah رواة (beberapa perowi). Sementara kalimat مفردات تلك الألفاظ menjadi maf’ul bih (objek). Maka jelaslah bahwa maksud عصمة رواة مفردات تلك الألفاظ adalah perowi harus menjaga kosa kata lafazh-lafazh hadits yang ia riwayatkan. Bukan perowinya yang terjaga/maksum sebagaimana kepahaman ngawur dari Firanda. Dengan syarat yang seperti itu, maka hadits yang dapat memebri keyakinan adalah hadits yang diriwayatkan oleh perowi yang menjaga kosakata lafazh hadits tersebut sesuai dengan apa yang ia dengar, bukan dengan maknanya.

Persayaratan seperti ini sebenarnya tidak hanya diajukan oleh Ar-Rozi, melainkan juga oleh sebagian ulama ushul fiqih. Memang benar ada sebagian ulama yang memperbolehkan periwayatan menggunakan makna, tapi penting diingat bahwasanya semua ulama sepakat bahwa hadist yang teriwayatkan menggunakan makna, bukanlah dalil qoth’I, melainkan zhonni. Sementara syarat yang diajukan oleh Ar-Rozi adalah untuk mengklarifikasi antara dalil zhonni dan qoth’i. Sebab dalam masalah akidah, harus menggunakan dalil qoth’I dan tidak boleh menggunakan dalil zhonni sebagaimana yang telah saya jelaskan dalam artikel Mafahim Yang Harus Di Luruskan VI 

Dari pemaparan di atas dapat dipahami bahwa Firanda telah melakukan tahrif terhadap ucapan Ar-Rozi. Menurut al-albani, tahrif merupakan kebiasaan yahudi. Meminjam pendapat al albani ini, jelas sudah bahwa Firanda tengah mengikuti jejak yahudi untuk menghancurkan umat islam dengan melakukan tahrif terhadap teks. Bukankah begitu wahai Firanda?


5 comments:

Anonymous said...

Larangan tahrif itu mengenai sifat-sifat Allah. Misal ada ayat yang menyatakan "Tangan Allah diatas tangan mereka" kemudian kata Tangan Allah dimaknai dengan kekuasaan maka itu tahrif. Adapun selain asma Allah dan sifat-sifatnya maka tidak mengapa menggunakan akal sehat dan mentahrif.
Misalkan dalam pembicaraan sehari-hari ada orang bilang "selamat datang di gubugku yang reyot ini", maka tidak mengapa orang memahami gubug ini sebagai rumah maksudnya. Ini juga tahrif tapi tidak ada masalah sama sekali.

Admin said...

Larangan tahrif itu mengenai sifat-sifat Allah. Misal ada ayat yang menyatakan "Tangan Allah diatas tangan mereka" kemudian kata Tangan Allah dimaknai dengan kekuasaan maka itu tahrif.
==================
silahkan nt tunjukan dalilnya bhw larangan itu hanya mengenai sifat-sifat Allah.

Nana Masruri said...

apa ini...??

Anonymous said...

Penulis-e ketok yen gublog. Gak paham Tahrif, tp ngelek-elek wong liyo

Cocot said...

Maaf... kalo mau ngeles jangan di sini mas...

Tahrif adalah merubah teks. Larangan tahrif nggak cuma dalam masalah sifat2 Alloh. Melainkan dalam semua masalah. Misalnya ada orang yg merubah teks quran yg tidak membahas masalah sifat Alloh. Bukankah tahrif tersebut juga dilarang? Ini menunjukan bahwa tahrif tidak hanya sebatas pada sifat Alloh sebagaimana yg nt pahami.

Kalo mau menggoblogan orang, pake ilmu mas. Jangan hanya nurutin hawa nafsu. Justru hanya akan menunjukan kegoblogan nt. :D

Post a Comment

Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates