Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Wednesday, April 24, 2013

Mafahim Yang Harus Di Luruskan VII


Di ahir artikelnya, Firanda berkata: “Bahkan diantara para imam Asyaa'iroh ada diantara mereka yang akal mereka menetapkan sifat ketinggian Allah, demikian juga sifat kedua tangan Allah dan sifat mata Allah. Sebagaimana yang dilakukan oleh Abul Hasan al-'Asy'ari dan juga Al-Baaqillaaniy. Lantas akal siapakah yang diikuti?, apakah akal pendahulu Asyaa'iroh ataukah orang-orang belakangan mereka seperti Ar-Roozi?”

Tanggapan:
Tidak hanya sebagian ulama Asya’iroh yang menetapkan sifat ketinggian Alloh, melainkan seluruh ulama Asya’iroh termasuk Ar-Rozi. Demikian juga sifat Yad Alloh dan sifat 'Ain Alloh. Mereka semua sepakat bahwa sifat-sifat tersebut memang sifat Alloh. Namun perlu anda ketahui bahwa dalam memahami ayat dan riwayat tentang sifat Alloh, madzhab Asya’iroh memiliki dua metode, yakni ta’wil dan tafwidh.

Selanjutnya Firanda berkata: “Kemudian diantara para imam Asyaa'iroh ada yang berselisih pendapat tentang takwilan-takwilan ayat-ayat dan hadits-hadits tentang sifat-sifat Allah. Ada yang menetapkan takwilan tertentu, sementara yang lain memandang bahwa takwilan tersebut batil??, dan sebagian yang lain memandang tidak perlu ditakwil akan tetapi diserahkan kepada ilmu Allah (tafwidh)??!!” (Silahkan Lihat penjelasan Ibn Taimiyah, tentang contoh-contoh kontradiksi mereka di Majmuu al-Fataawaa 2/62, 4/50-53, 16/470, Minhaajus Sunnah An-Nabawiyah 3/288, 347, Dar Ta'aarudl al-'Aqli wa An-Naqli 1/145-155, 193, 4/278-282, 5/243-245, 6/221-222, 7/41-43, al-fatawa al-mishriyah 6/428)

Tanggapan:
Saya sangat senang jika anda menyertakan refrensi tulisan anda. 4 refrensi yang anda ajukan, semuanya adalah karya Ibn Taimiyah. Tidak ada satupun refrensi dari kitab ulama asya’roh. Artinya anda hanya menukil ucapan Ibn Taimiyah. Anda tidak merujuk secara langsung ke kitab-kitab asya’iroh. Dengan kata lain, anda bertaqlid buta terhadap Ibn Taimiyah.

Padahal menurut salah satu ustad wahabi yang mengaku sebagai mantan Kyai NU, Mahrus Ali; orang yang bertaqlid sama dengan yahudi dan nasrani. (Lihat, Mantan Kyai NU Menggugat Dzikir dan Sholawat Syirik, hlm. 139-150, cet ke-4 th.2007). Dengan kata lain –menurut Mahrus Aly- Firanda telah tasyabuh bilkufar.

Perbedaan pendapat dalam menta’wil ayat-ayat sifat telah terjadi sejak generasi salaf sholih. Sebagai contoh adalah ta’wil lafazh وجاء ربك (Tuhanmu datang) dalam Q.S. 89:22. Ibn Abbas menta’wilnya dengan perintah dan kepastian Alloh1 sementara Imam Ahmad menta’wilnya dengan datangnya pahala dari Alloh.2 Demikian juga ta’wil lafzh استوى dalam 2; 29. Ibn Jarir menta’wil lafazh istawa dengan memiliki dan menguasai. Sedangkan Sufyan Ats-Tsauri menta’wilnya dengan berkehendak menciptakan langit.3

Jadi perbedaan pendapat dalam penta’wilan yang terjadi dalam madzhab asy’ari adalah dilatar belakangi oleh perbedaan penta’wilan yang dilakukan oleh salaf sholih. Jika perbedaan seperti ini anda anggap sebagai kebatilan, maka secara tidak langsung anda menganggap pendapat ulama salaf adalah batil. Jika demikian mengapa anda mengaku sebagi pengikut salaf? Apakah karena wahabi adalah aliran batil?

Penting anda ketahui wahai Firanda, tujuan ta’wil adalah mensucikan Alloh dari menyerupai mahluk. Oleh karena itu, meskipun mereka berbeda pendapat dalam penta’wilan, namun mereka tidak saling membatilkan. Lalu bagaimana anda bisa mengatakan: “sementara yang lain memandang bahwa takwilan tersebut batil.”

Akan sangat ilmiyah jika anda menyertakan refrensi dari kitab asy’ari untuk membuktikan kebenaran ucapan anda tersebut. Tunjukan siapa nama ulama asy’ari yang saling membatilkan tersebut. Atau bisa jadi anda tidak memiliki refrensinya kemudian anda anggap perbedaan itu sebagai bentuk saling membatilkan. Jika benar demikian, berarti bukan mereka yang saling membatilkan, melainkan pemahaman anda yang batil.

Pada kalimat terahir Firanda berkata: “sebagian yang lain memandang tidak perlu ditakwil akan tetapi diserahkan kepada ilmu Allah (tafwidh)”. Tampaknya anda tidak bisa memahami metode yang digunakan oleh madzhab asy’ari ketika menghadapi ayat atau riwayat tentang sifat Alloh yang secara literal serupa dengan mahluk. Metode yang mereka gunakan adalah tafwidh dan ta’wil.

Tafwidh adalah menyerahkan makna nas terkait sifat (diserahkan) kepada Alloh dengan tanpa membicarakan masalah tersebut kemudian mengimaninya secara ijmali (global). Ta’wil adalah mengalihkan makna lafazh yang secara zhohir menyerupakan Alloh dengan mahluk, kepada makna yang benar sesuai dengan qorinah atau indikasih lafazh tersebut.

Sebagai contoh adalah sifat Yadulloh. Secara literal yad berarti tangan. Silahkan anda lihat tangan anda. Itu adalah yad. Apakah yadulloh sama dengan yad anda? Jelas tidak sama. Maka dari itu ulama salaf meyerahkan maknanya kepada Alloh. Yadulloh tidak mereka maknai sebagai tangan Alloh. Mereka hanya mengimani bahwa Alloh memiliki sifat Yad. Mereka tidak membahas maknanya. Dua metode tersebut memiliki kesamaan tujuan, yaitu sama-sama tidak menyerupakan Alloh dengan mahluk.

Dari kedua metode itu, sebenarnya ulama asy’ari lebih memilih tafwidh. Namun karena suatu kondisi dimana mereka harus melawan mu’tazilah yang mengingkari sifat Alloh menggunakan dalil aqli maka ulama madzhab asy’ari terpaksa melakukan ta’wil untuk menetapkan sifat-sifat Alloh berdasarkan dalil aqli demi menandingi pemikiran mu’tazilah tersebut. Melihat fakta kegigihan ulama asya’iroh dalam membela aqidah ahlu sunah wal jama’ah, maka wajar jika salah satu ulama hanbali menyebut madzhab asy’ari sebagai ahlu sunah waljama’ah. Kata beliau:

أهل السنة والجماعة ثلاث فرق : الأثرية وإمامهم أحمد بن حنبل . والأشعرية وإمامهم أبو الحسن الأشعرى . والماتريدىةلاوإمامهم أبو منصور الماتريدي .

Artinya: “Ahlu sunah waljama’ah adalah tiga golongan, yaitu (1) Al-atsariyah. Imam mereka adalah Ahmad Bin Hanbal. (2) Asy’ariyah. Imam mereka adalah Abu Hasan Al-Asy’ari. (3) Maturidiyah. Imam mereka adalah Abu Manshur Al-Maturidi.” (Lawami’ul Anwar Al-Bahiyah Wa Sawathi’ul Asror Al-Atsariyah, hlm 73)

Itulah pernyataan Imam As-safarini mengenai Madzhab Asy’ari. Beliau menyatakan bahwa madzhab Asy’ari adalah termasuk ahlu sunah waljama’ah. Pertanyaannya: Adakah ulama yang menyatakan bahwa WAHABI YANG DIDIRIKAN OLEH MUHAMMAD BIN ABDUL WAHAB, ATAU WAHABI YANG TAQLID BUTA TERHADAP IBN TAIMIYAH, TERMASUK AHLU SUNAH WAL JAMA’AH? Jawab wahai wahabiyun!!!

Refrensi:
1.      Madarikut Tanzil Wa Haqoiqut Ta’wil, juz 4 hlm 387
2.      Al-bidayah Wan Nihayah juz 10 hlm 361
3.      Jami’ul Bayan Fi Ta’wilil Quran, juz 21 hlm 314


0 comments:

Post a Comment

Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates