Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More

Sunday, April 21, 2013

Muhakamat dan Mutasyabihat Dalam Al-Qur’an


Dalam al-Quran terdapat klarifikasi ayat muhkam dan mutasyabih sebagaimana yang diterangkan dalam Ali Imron: 7,
هو الذي أنزل عليك الكتاب منه أيات محكمات هن أم الكتاب وأخر متشابهات
Artinya: “Dialah yang menurunkan Al-Kita (Al-Qur’an) kepada kamu, di antara isinya ada ayat-ayat muhkamat, itulah pokok isi Al-Qur’an dan yang lain adalah mutasyabihat.”

Dari ayat tersebut timbul pertanyaan, apa yang dimaksud dengan ayat muhakamat dan mutasyabihat? Mengenai hal ini Ulama berbeda pendapat, sebagai berikut:

1.      Al-muhkam adalah Ayat-ayat Qur’an yang dilalahnya tegas (jelas) sedangkan mutasyabihat adalah sebaliknya.

2.      Al-Muhkam adalah ayat-ayat yang susunan kalimatnya jelas dalam pemahaman sedangkan mutasyabihat adalah sebaliknya.

3.      Al-muhkam adalah ayat-ayat yang maksudnya dapat diketahui sangat jelas atau menggunakan ta’wil. Sedangkan mutasyabihat adalah ayat-ayat yang maksudnya hanya diketahui oleh Alloh.

4.      Al-muhkam adalah ayat-ayat yang menimbulkan satu sisi ta’wil sedangkan mutasyabihat adalah ayat yang menimbulkan beberapa ta’wil.

5.      Al-muhkam adalah ayat-ayat yang dapat dinalar maksudnya sedangkan mutasyabihat adalah sebaliknya.
(Muhammad Ibn Aly Bin Muhammad Asy-Syaukani, Irsyad Al-Fuhul Ila Tahqiqil Haq Min Ilmil Ushul, hlm 33).

Contoh ayat mutasyabihat adalah ayat-ayat yang membeicarakan masalah sifat Alloh yang secara zhohirnya menunjukan bahwa Alloh serupa dengan mahluk, seperti Thoha: 5
الرحمن علي العرش استوى

Kalimat استوى semakna dengan kalimat استقر . Jika diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia maka artinya adalah menetap. Jika kita fahami استوى secara bahasa maka ayat di atas memberi kepahaman bahwa Alloh menetap di atas Arsy.

Tetapi kepahaman seperti ini bertentangan dengan ayat yang lain, seperti Al-Baqoroh: 115,
ولله المشرق والمغرب فأينما تولوا فثم وجه الله
Artinya: “Kepunyaan Alloh lah timur dan barat, maka kemanapun kamu menghadap di situlah wajah Alloh.”

Ayat ini memebri kepahaman bahwa Alloh ada dimana-mana. Dengan demikian Alloh tidak menetap di suatu tempat. Jika kata istawa dalam surat Thoha: 5 diartikan secara bahasa yaitu istaqoro (menetap) maka bertentangan dengan al-baqoroh: 155 yang menunjukan bahwa Alloh ada dimana-mana, atau dengan kata lain Alloh tidak menetap pada suatu tempat. Oleh karena dalam Al-Qur’an mustahil terjadi pertentangan, maka tidak ada jalan keluar kecuali memahmi Thoha: 5 dengan tidak melihat makna literalnya. Dalam madzhab Asy’ari, ini disebut ta’wil. Untuk lebih jelasnya silahkan baca artikel saya berjudul Makna Istawa.

Namun demikian, ulama telah mewanti-wanti kita agar tidak membahas ayat-ayat mutasyabihat. Bukan karena ayat-ayat itu tidak memiliki makna melainkan karena keterbatasan akal kita untuk memahaminya. Maka dalam menghadapi ayat-ayat mutasyabihat cukuplah bagi kita mengatakan: “Kami beriman kepada ayat-ayat mutasyabihat, bahwa semua itu dari Alloh.” Dalam madzhab Asy’ari, ini disebut dengan Tafwidh (menyerahkan maknanya kepada Alloh).

Jadi, dalam menghadapi ayat-ayat mutasyabihat, madzhab Asy’ari memiliki dua cara, yaitu ta’wil dan tafwidh. Dua cara ini merupakan metode yang dilakukan oleh ulama salaf ahlu sunah waljama’ah sebagaimana yang saya jelaskan dalam artikel Mafahim Yang Harus Di Luruskan V 

0 comments:

Post a Comment

Silahkan bertanya di kolom komentar di bawah ini

 
Design by Free WordPress Themes | Bloggerized by Lasantha - Premium Blogger Themes | Blogger Templates